Rabu 10 Jul 2019 18:28 WIB

Komisi III DPR Sarankan KPK Ajukan Peninjauan Kembali

MA menerima kasasi mantan Ketua BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung dalam kasus BLBI.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung memberikan keterangan kepada wartawan di Rutan KPK, Jakarta, Selasa (9/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung memberikan keterangan kepada wartawan di Rutan KPK, Jakarta, Selasa (9/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menyarankan KPK mengajukan peninjauan kembali (PK) terkait putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) yang melepaskan terdakwa kasus korupsi BLBI, Syafruddin Arsyad Tumenggung. Jangan sampai, kata Nasir, publik mengira ada orang kuat di balik perkara ini.

"Jadi diharapkan KPK kalau dia serius mengusut kasus BLBI ini, maka dia harus berani mengajukan PK terkait putusan kasasi MA, nanti publik akan mencurigai jangan jangan ini ada orang kuat di balik putusan itu," ujar Nasir Djamil di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Rabu (10/7).

Baca Juga

Terlebih lagi, kata Nasir, putusan MA itu dinilainya terlalu janggal. Syafruddin yang divonis 15 tahun penjara divonis langsung bebas oleh MA karena perkara pidananya dianggap sebagai perkara perdata.

Nasir yang juga mengaku kaget dengan putusan MA ini dan menyatakan tetap menghormati putusan ini. Namun, ia menyarankan agar KPK tetap mempertahankan semangat pemberantasan korupsi melalui pengajuan peninjauan kembali.

"Karena itu menurut saya ini juga ujian buat KPK apakah dia akan melakukan PK atau tidak," ujar Politikus PKS itu.

Nasir menyatakan, terkait putusan itu, DPR RI tidak bjsa melakukan intervensi. Namun DPR RI bisa melakukan evaluasi apakah sudah mencerminkan keadilan. "Jadi ini tantangan besar bagi KPK untuk mengusut kasus besar yang merugikan negara ini," ujar dia.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP Arsul Sani menyatakan, kasus Syafruddin Tumenggung membuka pintu perdebatan. Maka itu, Arsul menyarankan agar DPR merevisi undang-undang tipikor di masa mendatang.

"Harus memperjelas kembali memberikan pagar batasan batasan fencing yang termasuk dalam spektrum tindak pidana korupsi, mana yang seharusnya tipikor dan mana yang seharusnya tidak ditipikorkan," ujar Arsul, Rabu.

Penjelasan batas-batas dan definisi dalam UU Tipikor, kata Arsul akan memberikan kejelasan bagi penegak hukum dan memberi kepastian hukum. Syafruddin Arsyad Temenggung adalah terdakwa perkara korupsi penghapusan piutang Bantuan Langsung Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indoensia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.

Sebelumya putusan majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 24 September 2018 yang menjatuhkan vonis 13 tahun penjara ditambah denda Rp 700 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Syafruddin Arsyad Temenggung. Sedangkan pada 2 Januari 2019 Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat vonis Syafruddin menjadi pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan bila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Namun, Syafruddin mengajukan kasasi ke MA. Ketua majelis Salman Luthan sependapat djudex factii pengadilan tingkat banding. Hakim anggota I, Syamsul Rakan Chaniago, berpendapat bahwa perbuatan terdakwa merupakan perbuatan hukum perdata. Sedangkan, hakim anggota anggota 2, Mohamad Asikin berpendapat bahwa perbuatan terdakwa merupakan perbuatan hukum administrasi.

Atas putusan kasasi tersebut, Syafruddin pun sudah lepas dari tahanan pada Selasa (9/7) sekitar pukul 19.55 WIB. Sedangkan, KPK mengaku tidak akan berhenti melakukan penyidikan kasus tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement