Kamis 11 Jul 2019 22:07 WIB

KPK Sesalkan Perizinan Menjadi Ajang Korupsi

Seharusnya, pembenahan perizinan bisa memberi kesempatan pengembangan investasi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menyampaikan keterangan pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/5/2019).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menyampaikan keterangan pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menyesalkan di saat perizinan menjadi salah satu fokus dalam Strategi Nasional Pencegahan Korupsi yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo justru menjadi ajang para Kepala Daerah untuk meraup keuntungan. Seperti diketahui Stranas Pencegahan Korupsi memiliki tiga fokus: sektor perizinan dan tata niaga, keuangan negara, serta penegakan hukum dan reformasi birokrasi.

"Seharusnya, pembenahan perizinan ini diharapkan bisa memberikan kesempatan pengembangan investasi di daerah dan bukan menjadi ajang mengeruk keuntungan untuk kepentingan tertentu," tegas Basaria di Gedung KPK Jakarta, Kamis (11/7).

Baca Juga

KPK, lanjut Basaria, juga menyesalkan ketidakpedulian terhadap pengelolaan sumber daya alam yang bisa menimbulkan kerusakan lingkungan. Kerusakan ini dengan nilai kerugian yang tidak sebanding dengan investasi yang diterima. "KPK mencermati kasus ini karena salah satu sektor yang menjadi fokus adalah korupsi di sektor sumber daya alam," kata Basaria.

Basaria menambahkan, dalam proses pemeriksaan yang berjalan, disampaikan juga adanya alasan investasi. Menurut Basaria, alasan investasi tersebut menjadi lebih buruk lantaran digunakan sebagai pembenar dalam melakukan korupsi.

"Apalagi kita memahami, investasi akan berarti positif bagi masyarakat dan lingkungan jika dilakukan dengan prinsip-prinsip keterbukaan dan good governance. Investasi semestinya dilakukan tanpa korupsi dan tidak merusak lingkungan," tutur Basaria.

Diketahui, KPK baru saja menetapkan Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun sebagai tersangka dugaan suap terkait izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018-2019 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan. Politisi Partai Nasional Demokrat tersebut merupakan Kepala Daerah ke-107 yang ditanganani oleh KPK.

Nurdin ditetapkan menjadi tersangka penerima suap bersama Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri, Edy Sofyan serta Kepala Bidang Perikanan Tangkap Kepri, Budi Hartono dan pihak swasta Abu Bakar selaku pemberi suap.

Atas perbuatannya, Nurdin disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Edy dan Budi hanya disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. ‎ Sebagai pihak diduga pemberi, ABK dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement