REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri mengaku belum punya satu pun nama tersangka dalam pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Meski Tim Pencari Fakta (TPF) sudah merampungkan tugasnya, tim tersebut tak diminta untuk mencari dalang atau aktor pelaku penyerangan mengguna kan air keras.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, TPF cuma dibentuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebagai tim pengungkap fakta peristiwa. Bukan untuk menentukan siapa aktor utama dan pelaku lapangan.
"Belum ada tersangka. Yang nanti diungkapkan ke publik itu hasil kerjanya (TPF), bukan tersangkanya," ujar Dedi di Humas Mabes Polri, Jakarta, Senin (15/7).
Novel menjadi korban penyiraman air keras oleh orang tak dikenal pada 11 April 2017 di kawasan tempat tinggalnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Akibat serangan tersebut, mata kiri Novel rusak permanen. Sudah dua tahun polisi tak mampu mengungkap siapa dalang, pelaku, dan motifnya.
Dedi mengatakan, TPF bersama Polri akan memublikasikan hasil peng ungkapan fakta peristiwa penyerangan Novel paling lambat pada Rabu (17/7). Laporan setebal 170 dan 1.500 lampiran tersebut, akan menjadi dasar teknis penyidikan lanjutan pengungkapan kasus itu. "Laporan (TPF) itu nantinya akan ditangani tim teknis dari Bareskrim (Badan Reserse Kriminal), karena yang melakukan penyidikan, itu dari Bareskrim," ujar Dedi.
Dedi mengklaim Polri punya komitmen untuk menyelesaikan kasus itu. Namun, Polri mengaku tak ingin buru-buru karena kasus tersebut punya tingkat kesulitan yang tinggi. "Komitmen kami untuk tetap berkewajiban menuntaskan ini (kasus Novel Baswedan) sebelum kedaluwarsa," kata Dedi. Meski begitu, kata dia, bukan berarti kasus Novel tidak diprioritaskan.
Penyiraman air keras terhadap Novel bukan teror yang pertama ditujukan kepada sejumlah penyidik KPK. Pada April lalu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat tujuh peristiwa aksi ancaman dan serangan serta kriminalisasi terhadap penyidik dan komisioner KPK dalam satu dekade terakhir. Sementara, Wadah Pegawai KPK mencatat teror terhadap Novel adalah yang kesembilan dari 10 teror yang menyasar orang KPK.
Dedi mengatakan, status pengungkapan kasus Novel sudah masuk tahap penyidikan. Ia juga mengakui, sejumlah polisi ikut diperiksa selama TPF bekerja, salah satunya Komisaris Jenderal (Komjen) Mochammad Iriawan. Iriawan adalah mantan kapolda Metro Jaya pada saat Novel mendapat kan serangan. Iriawan kini ditugaskan kepolisian sebagai sekretaris di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas).
Menurut Dedi, bukan cuma Iriawan yang dimintai keterangan oleh TPF. Tim itu juga meminta keterangan dari banyak penyidik di Polda Metro Jaya. "Karena dari awal kasus ini memang ditangani oleh tim yang dibentuk Pak Iriawan saat menjadi Kapolda Metro," ujar Dedi.
Mencuatnya nama Komjen Iriawan berawal dari pernyataan anggota dewan pakar TPF Profesor Hermawan Sulistyo. Saat TPF melaporkan hasil kerja tim tersebut pada Selasa (9/7), peneliti dari Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu mengungkap adanya perwira bintang tiga aktif di kepolisian yang diperiksa TPF. Anggota pakar lainnya, Hendardi mengungkapkan, perwira bintang tiga tersebut adalah Komjen Iriawan.
Namun, Dedi mengklarifikasi, pemeriksaan Iriawan bentuknya bukan proses penyelidikan. Iriawan, kata dia, tidak dipanggil untuk diperiksa. "TPF yang datang ke beliau untuk ngobrolklarifikasi tentang kasus penyiraman Novel," kata Dedi. Ia pun memastikan, tak ada kaitannnya peristiwa brutal terhadap Novel dengan Iriawan.
Iriawan sendiri telah membantah menjadi terperiksa oleh tim gabungan. Bahkan, Iriawan menegaskan akan melawan semua yang mengaitkan dirinya dengan kasus Novel karena telah menjatuhkan nama baiknya hingga berdampak pada ke luarga.
"Saya enggakada sangkut paut dengan kasus ini. Mungkin TGPF, merasa saya tahu kasusnya Novel, saya bilang enggaktahu," kata lelaki yang akrab disapa Iwan Bule, Ahad (14/7).
Aktivis Anti Korupsi membawa poster bergambarkan Novel Baswedan.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menggelar aksi teatrikal di samping Gedung Mabes Polri pada Senin pagi. Aksi yang bertema Melaporkan Kasus Penyerangan terhadap Novel Baswedan ke 'Polisi Tidur' ini diusung ICW, Komisi Nasional untuk Transparansi (Kontras), Amnesty International Indonesia, dan LBH Jakarta.
Anggota Divisi Investigasi ICW, Wana Alamsyah, mengatakan, aksi teatrikal 'polisi tidur' itu menggambarkan kepesimisannya terhadap kinerja TPF yang belum juga dirilis ke publik. "Itu cerminan ketika (kerja) TPF selesai dan Polri tidak meng umumkan. Kami pesimistis dengan kerja Pol ri," kata dia. (bambang noroyono, ed:ilham tirta)