REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memprediksi bakal mengalami defisit sekitar Rp 28 triliun pada akhir 2019. Merespons itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan akan menyiapkan langkah penyelesaian defisit tersebut secara tepat.
Direktur Jenderal Anggaran, Kemenkeu, Askolani, mengatakan, BPJS Kesehatan bersama Kementerian Kesehatan telah diminta oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melalukan sejumlah langkah strategis. Kedua lembaga tersebut, menurut Askolani, telah diberi masukan agar bisa mengatasi masalah keuangan perseroan.
Hasil dari langkah-langkah yang ditempuh nanti akan menjadi bahan evaluasi pemerintah untuk menempuh langkah lanjutan. "Kita akan koordinasikan dengan lintas kementerian lembaga dan BPJS Kesehatan agar bisa selesaikan ini dengan komprehensif," kata Askolani saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (17/7).
Meski demikian, Askolani masih enggan menyebut rencana terdekat Kemenkeu untuk menolong keuangan BPJS Kesehatan. Ia mengatakan, persoalan defisit harus diselesaikan pada tahun ini sehingga pada tahun 2020 dapat dilakukan langkah perbaikan.
Terkait ketersediaan dana talangan pemerintah untuk menambal defisit BPJS, Askolani enggan menjawab. Ia hanya mengatakan, pemerintah masih melakukan evaluasi secara mendalam.
Mengutip laporan terakhir Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belanja pemerintah pusat sepanjang semester I 2019 telah mencapai Rp 342,34 triliun. Belanja itu salah satunya berasal dari belanja sosial sebesar Rp 70,94 triliun atau naik 56,4 persen dari pencairan belanja sosial periode sama tahun lalu.
Adapun salah satu pendorong meningkatnya belanja sosial itu karena adanya Pembayaran Bantuan Iuran (PBI) untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebesar Rp 24,3 triliun yang disetorkan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran tersebut, setara 90,9 persen dari pagu anggaran untuk periode Januari-November 2019.