Kamis 25 Jul 2019 10:40 WIB

Kemenkeu Kaji Green Sukuk Masuk ke Sektor Ritel

Selama ini produk green sukuk hanya dapat dibelo oleh investor badan atau perusahaan.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Sukuk Ritel
Foto: .
Sukuk Ritel

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengkaji untuk memasukkan instrumen investasi Surat Berharga Negara Syariah (SBSN) khusus pembiayaan proyek ramah lingkungan atau green sukuk ke sektor ritel. Rencana tersebut seiring minat generasi milenial yang tertarik pada investasi tersebut.

Green sukuk sebelumnya hanya dapat dibeli oleh para investor badan atau perusahaan. Jika green sukuk menjadi green sukuk ritel, maka investor perorangan dapat membelinya secara online dengan nilai yang lebih rendah sesuai kemampuan pribadi.

Baca Juga

Direktur Pembiayaan Syariah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), Kementerian Keuangan, Dwi Irianti Hadiningdyah, mengatakan rencana tersebut setelah melihat keberjalanan penerbitan sukuk ritel sebelumnya yang kerap kali didominasi oleh investor milenial.

Dwi mengatakan, pihaknya meminta United Nations Development Program (UNDP) Indonesia sebagai mitra pemerintah untuk ikut mengkaji mengenai rencana tersebut. "Kita juga minta UNDP mengkaji potensial dari ritel investor karena banyak orang yang tanya beli dimana green sukuk ini. Penjualan sukuk ritel sebelumnya rata-rata 50 persen pembelinya itu milenial," kata Dwi dalam Annual Islamic Finance Conference (AIFC) di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (24/7).

Semakin luasnya varian produk SBN Syariah sekaligus memperluas jangkauan pasar dari instrumen pembiayaan syariah. Sebab, Dwi mengakui, para investor sukuk sejatinya berasal dari seluruh kalangan. Dalam artian, tidak seluruhnya merupakan kalangan investor syariah.

"Kita harus memenuhi platform online dengan green sukuk. Sebab, terbukti partisipasi milenial meningkat dibandingkan platform offline (non ritel)," kata dia.

Pada Maret 2018, Kementerian Keuangan telah menerbitkan green sukuk dengan total nilai sebesar 1,25 miliar dolar AS dari 146 investor perusahaan. Nilai imbalan sebesar 3,75 persen dengan tenor 5 tahun. Penerbitan tersebut merupakan yang pertama di dunia.

Total pendanaan dari penerbitan green sukuk pertama telah berhasil membiayai pembangunan 23 proyek hijau, 727 kilometer rel kereta api ganda, 121 unit pembangkit listrik tenaga matahari, serta pengelolaan sampah untuk 3,4 juta rumah tangga Indonesia. Pembangunan-pembangunan itu sekaligus menjadi bagian dari implementasi pembangunan berkelanjutan atau Suistainable Development Goals (SDGs). 

Selanjutnya, pada penerbian kedua bulan Februari 2019, diperoleh dana sebesar 750 juta dolar AS dari 183 investor perusahaan. Nilai imbalan yang diterima investor sebesar 3,9 dengan tenor 5,5 tahun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement