REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Barat Meiki Paendong menyarankan, Pertamina melakukan audit prosedur kerja dan peralatan di lokasi lain blok ONWJ, anjungan Eecho, Bravo, Mike dan Zulu. Pertamina diminta melakukan prosedur kedaruratan untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada warga dan nelayan sekitar terkait dampak tumpahan minyak tersebut.
“Sampai kapan tumpahan minyak ini akan berakibat terhadap kehidupan dan bagaimana menangani akibat-akibat dari pencemaran ini sesuai dengan satandar kesehatan dan keselamatan,” ujarnya di Kantor Walhi, Mampang, Jakarta Selatan, Senin (29/7).
Ia menyayangkan pencemaran akibat kelalaian pengeboran produksi minyak sumur YYA 1 menyebabkan 45,37 km persegi lautan terdampak. Data luasan tersebut, ujarnya, pihaknya peroleh dari citra satelit ESA sentinel yang bisa diakses oleh publik.
Luas ini, kata dia, akan terus bertambah karena sumber pencemarannya masih belum teratasi, masih perlu berminggu–minggu lagi untuk menutup sumur tersebut. “Angin mendorong pencemaran minyak ke arah barat, laporan terakhir masyarakat sudah sampai Kepulauan Seribu,” kata Meiki.
Menurutnya, tumpahan minyak mentah ini telah mengancam sumber–sumber kehidupan dan keberlanjutan layanan alam. Ia juga meminta Pertamina harus tuntas dalam melakukan upaya pemulihan ekosistem laut, pantai, dan mangrove yang terkena dampak tumpahan minyak.
“Tumpahan minyak ini sudah mnyebabkan tambak–tambak di Karawang dan Bekasi mengalami kegagalan panen dan kehidupan nelayan di pesisir Jawa Barat dan DKI Jakarta terganggu. Lokasi pariwisata pantai di Karawang sampai ditutup kerana lokasi pantainya teremar oleh tumpahan minyak,” kata dia.
Ia juga menyebutkan, ada empat desa di sekitar pesisir Karawang yang sudah tercemar yakni Desa Cemara Jaya, Desa Sungai Buntu, Desar Pasir Jaya dan Desa Pusaka Jaya. Desa yang paling terdampak adalah Desa Sungai Buntu. Akibatnya, tempat wisata bahari, tambak ikan dan udang tercemar.