REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan tujuh perusahaan importir garam industri aneka pangan pada 2015 tak melakukan kartel. Keputusan itu dinilai tak melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat.
Dalam pertimbangan persidangan, Komisi Majelis Dinni Melannie menyatakan ketujuh importir yang terdiri dari PT Garindro Sejahtera Abadi, PT Susanti Megah, PT Niaga Garam Cemerlang, PT Unichem Candi Indonesia, PT Cheetham Bangun Persada, dan PT Sumatraco Langgeng Makmur tak melanggar pasal 11 mengenai pelanggaran kartel.
“Majelis komisi memutuskan bahwa terlapor 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 tidak terbukti melanggar pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999,” kata Dinni dalam pembacaan putusan sidang, di KPPU, Jakarta, Senin (29/7) malam.
Berdasarkan beleid tersebut, terdapat ketantuan yang mengatur pelaku usaha untuk tidak membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya dengan maksud untuk mengatur produksi dan pemasaran suatu barang dan jasa. Alasannya, hal itu dapat mengakibatkan praktik monopoli atau usaha yang tak sehat.
Sedangkan alasan pertimbangan putusan terhadap ketujuh importir yang dibacakan, ketujuh importir tak melakukan pelanggaran kartel didasari dari hasil peneyelidikan yang ada. Menurut dia dalam pembacaan sidang putusan tersebut, kenaikan harga yang terjadi setelah ketujuh importir mengimpor masih dalam taraf batas wajar.
Komisi Majelis Guntur Saragih mengatakan, kenaikan harga garam yang terjadi masih dalam taraf wajar. Menurut dia, pertimbangan menentukan taraf wajar harga garam pada 2015 lalu masih sesuai dengan perhitungan inflasi yang terjadi di masa itu.
“(Memang) terjadi kenaikan, tapi tidak signifikan. Masih dalam taraf wajar,” kata Guntur.
Sebelumnya diketahui, KPPU menyatakan bahwa pemeriksaan dugaan kartel garam oleh tujuh importir dilandasi adanya kecurigaan dalam proses impor yang dilakukan. Hal itu terlihat dari proses pengajuan impor garam yang diajukan secara bersama-sama.