REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Nelayan asal Desa Pusakajaya Utara, Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang, lebih memilih menggantungkan jaring ikannya ketimbang mencari ikan ke tengah laut. Alasannya, saat ini air laut masih tercemar limbah spill oil, dampak dari eksplorasi Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ).
Kasam (21 tahun) nelayan asal Dusun Sukajaya, Desa Pusakajaya Utara, Kecamatan Cilebar, mengatakan, saat ini nelayan tidak lagi mengharapkan hasil tangkapan di laut. Apalagi, sejak pencemaran spill oil terjadi, banyak ikan dan udang pada mati.
"Kami juga takut, makan ikan. Takutnya, ikan itu sudah tercemar minyak mentah tersebut," ujar Kasam, Senin (5/8).
Sebagai ganti usaha, dia bersama nelayan lainnya sedang bersemangat mengumpulkan minyak mentah milik Pertamina. Tentu dalam kegiatan ini, ada upah yang diberikan perusahaan itu kepada nelayan. Besarannya Rp 200 ribu per hari. Sebab, nelayan di Kecamatan Cilebar ini, mengumpulkan minyaknya di lautan.
Setiap hari, berdasarkan pembagian jadwal dari pengelola tempat pelelangan ikan (TPI), ada empat perahu yang ke laut. Masing-masing perahu, ditumpangi lima nelayan. Nelayan ke laut ini, tidak berbekal jaring. Melainkan, bekalnya tumpukan karung goni, karung plastik, sepatu, baju safety, sarung tangan dan masker.
"Saat ini, mencari ikan sedang susah. Tapi, Pertamina memint kita untuk membantu mengumpulkan minyak mentah, ya kami senang saja. Karena kami di bayar per harinya," ujarnya.
Menurut Kasam, bayaran nelayan yang mengumpulkan limbah minyak di laut, lebih besar ketimbang yang di darat. Berdasarkan informasi yang diterimanya, kalau didarat besaran upah yang diterima Rp 100 ribu. Sedangkan, yang mengangkut dengan menggunakan sepeda motor Rp 30 ribu per ritnya.
Sementara itu, Kosim (34 tahun) warga Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya, mengaku, saat ini aktivitas membersihkan spill oil di pesisir pantai masih berlangsung. Sebab, sejak 12 Juli sampai hari ini, ceceran limbah minyak masih terjadi.
"Kita masih bersemangat mengumpulkan limbah minyak di pesisir ini. Minyaknya setiap hari semakin banyak," ujarnya.
Kosim mengaku, dengan pencemaran ini ada keberkahan bagi warga di desa ini. Sebab, lebih dari 300 warga, diperbantukan untuk memunguti limbah minyak tersebut. Apalagi, setiap hari Pertamina memberi upah Rp 100 ribu, serta yang mengangkut limbah dalam karung ke titip pengumpul, upahnya Rp 30 ribu per rit per sepeda motornya.
Secara terpisah, Kepala Desa Cemarajaya, Yong Lim Supardi, mengatakan, sampai saat ini kebocoran minyak masih terjadi. Sebab, setiap harinya warga bersama tim dari Pertamina juga sibuk membersihkan pesisir dari ceceran minyak itu.
"Masih, entah sampai kapan pantai kami bersih dari limbah minyak ini," ujarnya.
Yong Lim mengaku, saat ini dirinya telah membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang terdampak atas kejadian. Posko tersebut, dibuka sejak pukul 09.00 WIB dan tutup pukul 17.00 WIB. Warga, bisa mengadukan apapun yang terkait dengan dampak pencemaran lingkungan ini. N Ita Nina Winarsih (Ita)