Selasa 06 Aug 2019 07:56 WIB

Amerika Serikat Nilai China Manipulasi Mata Uang

China menjadi negara ketiga yang ditetapkan AS sebagai manipulator mata uang.

Yuan versus dolar AS
Yuan versus dolar AS

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) menilai China memanipulasi mata uangnya. Karenanya AS bersama Dana Moneter Internasional (IMF) akan bekerja sama menghilangkan persaingan tidak adil dari Beijing tersebut.

Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dalam sebuah pernyataan pada Senin (5/8) mengatakan, langkah China melemahkan mata uangnya membawa hubungan yang sudah tegang antara AS dan China kian memanas. Pernyataan Mnuchin ini menegaskan janji kampanye Presiden Donald Trump yang melabeli China sebagai manipulator mata uang.

Baca Juga

Mata uang China terhadap dolar AS melemah dan berada di level tujuh yuan per dolar AS pada perdagangan Senin (5/8) kemarin. Pelemahan tersebut terjadi pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade.

Beijing kemudian mengatakan akan berhenti membeli produk-produk pertanian AS, yang memicu perang perdagangan selama setahun dengan Amerika Serikat.

Penurunan tajam 1,4 persen dalam yuan terjadi beberapa hari setelah Presiden AS Donald Trump mengejutkan pasar keuangan dengan berjanji untuk mengenakan tarif tambahan 10 persen pada sisa 300 miliar dolar AS impor dari China mulai 1 September, secara tiba-tiba merusak gencatan senjata singkat dalam perang dagang yang telah mengganggu rantai pasokan global dan memperlambat pertumbuhan. Berita itu membuat dolar AS melemah tajam dan mendorong harga emas.

Departemen Keuangan mengatakan pernyataan dari bank sentral China, People's Bank of China (PBOC), pada Senin (5/8) menjelaskan bahwa pihak berwenang China memiliki kendali yang cukup besar terhadap nilai tukar yuan.

PBOC mengatakan pada Senin (5/8) bahwa pihaknya akan terus mengambil tindakan yang perlu dan ditargetkan terhadap perilaku umpan balik positif yang mungkin terjadi di pasar valuta asing.

"Ini adalah pengakuan terbuka oleh PBOC bahwa ia memiliki pengalaman luas memanipulasi mata uangnya dan tetap siap untuk melakukannya secara berkelanjutan," kata pernyataan Departemen Keuangan AS.

Dikatakan tindakan China melanggar komitmennya untuk menahan diri dari devaluasi kompetitif sebagai bagian dari Kelompok 20 negara industri atau G-20. Departemen Keuangan AS mengatakan pihaknya mengharapkan China untuk mematuhi komitmen itu dan tidak menargetkan nilai tukar China untuk tujuan kompetitif.

Undang-undang AS menetapkan tiga kriteria untuk mengidentifikasi manipulasi di antara mitra dagang utama: surplus neraca berjalan global yang material, surplus perdagangan bilateral yang signifikan dengan Amerika Serikat, dan intervensi satu arah yang terus-menerus di pasar valuta asing.

Setelah menentukan bahwa suatu negara adalah manipulator, Departemen Keuangan diharuskan untuk meminta pembicaraan khusus yang bertujuan memperbaiki mata uang yang undervalued, dengan hukuman seperti pengecualian dari kontrak pengadaan pemerintah AS.

Departemen Keuangan AS telah menetapkan Taiwan dan Korea Selatan sebagai manipulator mata uang pada tahun 1988, tahun ketika Kongres memberlakukan hukum peninjauan mata uang. China adalah negara terakhir yang mendapatkan penunjukan, pada tahun 1994.

Pada Mei, Departemen Keuangan menahan diri dari menyatakan China sebagai manipulator mata uang berdasarkan kriteria baru yang lebih keras mengukur surplus neraca berjalan global suatu negara, bersama dengan intervensi satu arah yang terus-menerus dan surplus perdagangan bilateral besar dengan Amerika Serikat.

Namun dalam laporannya, Departemen Keuangan membuat China berada dalam daftar pemantauan yang disempurnakan karena "ketidaksejajaran dan di bawah valuasi renminbi relatif terhadap dolar."

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement