REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Radio yang dikelola pemerintah India, All India menyatakan pada Kamis (8/8), lebih dari 500 orang ditangkap di Kashmir untuk mencegah pecahnya kekerasan di wilayah tersebut.
India telah memutus jaringan telekomunikasi, internet, dan tayangan berita di wilayah Kashmir. Hal itu setelah Pemerintah India awal pekan ini mencabut status khusus Jammu dan Kashmir, kemudian menurunkannya dari negara bagian menjadi wilayah. Kashmir yang berpenduduk mayoritas Muslim diklaim sepenuhnya oleh India dan Pakistan, sementara pemberontak telah berperang melawan pemerintah India selama beberapa dekade.
Penasihat Keamanan Nasional India Ajit Doval mengunjungi Kashmir pada Rabu (7/8) untuk menilai situasi hukum dan ketertiban. Perdana Menteri India, Narendra Modi mencabut status istimewa negara bagian Jammu dan Kashmir pada Senin (5/8). Pencabutan tersebut membatalkan pasal 370 konstitusi India. Modi menyatakan, pencabutan status bertujuan untuk menyatukan daerah tersebut dengan India.
Pada Selasa (6/8), India kemudian menurunkan status Jammu dan Kashmir menjadi dua wilayah Union Territory (UT), yaitu Jammu dan Kashmir, serta Ladakh. Status UT membuat kedua wilayah dipimpin langsung oleh pemerintah pusat.
Sebagai respons kebijakan India, Pakistan pada Rabu (7/8) mengatakan akan menurunkan hubungan diplomatik dengan India. Pakistan juga akan mengusir duta besar India dan menangguhkan perdagangan bilateral. Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengatakan kepada Komite Keamanan Nasional bahwa pemerintah akan menggunakan semua saluran diplomasi untuk menunjukkan rezim rasis India yang brutal dan pelanggaran HAM di Kashmir.
Kashmir merupakan negara bagian satu-satunya yang didiami mayoritas Muslim dan sebagian besar warganya menentang pemerintahan India. Pemberontakan wilayah tersebut dimulai pada 1989 dan bentrokan telah menewaskan lebih dari 70 ribu orang.