REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Sebuah petisi telah diajukan ke pengadilan tinggi India yang menentang pemutusan jaringan komunikasi dan peningkatan keamanan di Kashmir. Radio All India yang dikelola pemerintah mengatakan, lembaga keamanan telah menangkap lebih dari 500 orang di wilayah Kashmir untuk mencegah meletusnya kekerasan dan aksi protes.
Aktivis Partai Kongres, Tehseen Poonawalla berharap Mahkamah Agung akan mendengarkan petisinya sehingga jam malam bisa segera dicabut, dan jaringan komunikasi termasuk internet dapat dipulihkan. Dia juga meminta agar pemimpin Kashmir yang dijadikan tahanan rumah segera dibebaskan.
Radio All India juga melaporkan terjadi penembakan di lintas perbatasan oleh pasukan India dan Pakistan pada Rabu (7/8) malam. Penembakan tepatnya terjadi di sektor Rajouri, wilayah Kashmir yang dikuasai oleh India. Penasihat Keamanan Nasional India Ajit Doval mengunjungi Kashmir pada Rabu untuk melihat situasi terkini.
Sementara itu, seorang aktivis Ali Mohammed mengatakan kepada saluran berita New Delhi Television, dia telah menyiapkan ambulans untuk membawa orang-orang miskin yang sakit ke rumah sakit di Srinagar. Ambulans tersebt disiagakan karena penduduk setempat tidak dapat menggunakan jaringan telepon untuk meminta bantuan medis.
Perdana Menteri India Narendra Modi mencabut status istimewa negara bagian Jammu dan Kashmir pada Senin (5/8). Pencabutan tersebut membatalkan Pasal 370 Konstitusi India. Modi mengatakan, pencabutan status istimewa Kashmir bertujuan untuk menyatukan daerah itu sepenuhnya dengan India.
Sejak India merdeka dari Inggris pada 1947, Kashmir terpecah menjadi dua per tiga untuk India dan sisanya masuk Pakistan. Pemisahan ini menjadikan Kashmir sebagai wilayah yang paling dimiliterisasi dalam 70 tahun terakhir. India dan Pakistan telah berperang selama tiga kali yakni tahun 1948, 1965, dan 1971. Dua perang di antaranya dipicu oleh persoalan Kashmir.
Menanggapi tindakan India, Pakistan menyatakan akan menurunkan hubungan diplomatiknya termasuk mengusir duta besar India dan menangguhkan perdagangan bilateral. Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengatakan kepada Komite Keamanan Nasional Pakistan bahwa pemerintah akan menggunakan semua saluran diplomatik untuk mengekspos rezim rasisme India, dan pelanggaran hak asasi manusia di Kashmir.