REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Keheningan yang tidak biasa menyelubungi jalan-jalan di Kashmir, termasuk area pusat kota Srinagar, Jumat (9/8). Lalu lintas di jalan-jalan yang biasanya padat dengan kendaraan kini sepi. Jalanan justru dipenuhi dengan gulungan kawat berduri yang menghalangi pergerakan.
Setiap jalan di Kashmir ditutup. Orang-orang yang berada di wilayah itu dipaksa berada dalam rumah mereka masing-masing. Sementara, di luar, ada ribuan tentara India yang terlihat sedang berpatroli dengan membawa senjata yang melingkar di pinggang mereka.
Srinagar sebagai kota utama administratif Kashmir saat musim panas menjadi kota yang dikepung. Situasi memburuk sejak awal pekan ini karena keputusan Pemerintah India di wilayah yang disengketakan dengan Pakistan tersebut.
Tepatnya pada Senin (5/8) lalu, Pemerintah India mencabut status khusus Kashmir. Alasan utama di balik langkah itu adalah sebagai upaya mengintegrasikan satu-satunya wilayah yang memiliki mayoritas Muslim tersebut dengan seluruh negara bagian.
Partai penguasa Perdana Menteri India Narendra Modi telah mendorong untuk mengakhiri status konstitusional khusus Kashmir. Undang-undang tersebut dianggap menghambat integrasi Kashmir dengan India. Namun, para pemimpin politik di Kashmir memperingatkan hal ini akan memicu kerusuhan besar.
Warga menyaksikan pidato Perdana Menteri India Narendra Modi mengenai pencabuta status otonomi Kashmir melalui televisi di Jammu, India, Kamis (8/8).
Sebagai upaya meredam protes dan kekerasan yang meluas, Pemerintah India memberlakukan isolasi di Kashmir. Tidak hanya membuat orang-orang harus berada dalam rumah, seluruh toko, bahkan klinik kesehatan ditutup, hingga seluruh komunikasi dan internet diputus.
Di Srinagar, orang-orang harus melewati pemeriksaan ketat dan kawat berduri yang dipasang pasukan keamanan India untuk membeli kebutuhan atau mencapai rumah rumah sakit. Maqbool Mohammad, seorang warga Kahsmir termasuk diantara segelintir orang yang berjalan di jalanan yang dipenuhi puing-puing.
Mohammad yang berprofesi sebagai guru mengatakan ia ingin mengunjungi saudaranya yang sakit. Namun, tentara India tidak memberikan izin sehingga pria berusia 57 tahun itu diarahkan untuk berbalik pulang.
“Saya belum menjenguk saudara laki-laki saya yang menderita kanker dalam empat hari terakhir ini. Ia tinggal di lingkungan lain (dari rumah saya) dan saya bahkan tidak tahu bagaimana kondisinya saat ini,” ujar Mohammad.
Tak sedikit warga yang geram dengan keputusan Pemerintah India. Mereka bahkan merasa telah tertipu dan membicarakannya secara luas, meski dengan nada pelan, seperti berbisik-bisik.