REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Warga Amerika Serikat (AS) tengah dilanda ketakutan, karena dalam sepekan terakhir telah terjadi tiga peristiwa penembakan massal. Penembakan pertama terjadi pada festival bawang putih di Gilroy, Kalifornia. Kedua terjadi di sebuah pusat perbelanjaan di El Paso, Texas. Terakhir, terjadi di pusat hiburan di Dayton, Ohio.
Peristiwa penembakan pertama terjadi di tengah festival bawang putih di Gilroy yang mengakibatkan empat orang meninggal dunia, termasuk pelaku penembakan. Selain itu, dilaporkan sedikitnya 15 orang cedera, termasuk mereka yang terkena luka tembak.
Penembak merupakan seorang remaja asal Kalifornia yang bernama Santino William Legan (19 tahun). Kepala Kepolisian Gilroy, Scot Smithe mengatakan kepada bahwa Legan menembaki warga yang ada festival tersebut dengan senapan AK-47. Sebelum beberapa menit kemudian, aparat kepolisian tiba dan melumpuhkan pelaku hingga ia tewas di tempat.
Penembakan massal kedua terjadi di sebuah pusat perbelanjaan di El Paso, Texas. Dalam peristiwa tersebut, sebanyak 23 orang tewas dengan AK47 dan sejumlah amunisi.
Tersangka pelaku, yang diidentifikasi sebagai Patrick Crusius (21), telah ditahan pihak kepolisian usai menyerah kepada petugas yang merespons panggilan ke lokasi penembakan, Sabtu (3/8). Dalam aksi kejinya tersebut, ia memang mengaku menargetkan orang Meksiko.
Belum hilang syok akibat aksi biadab itu, penembakan massal kembali terjadi di Dayton, Ohio, menewaskan sembilan orang. Lebih 50 orang luka-luka dalam kedua insiden.
Masih belum jelas apa motif penembakan di Dayton. Namun, pelakunya tewas ditembak polisi. Menurut laporan media, di antara korban ada saudara perempuan pelaku.
Presiden Donald Trump pun mengecam rasisme dan ideologi supremasi kulit putih di Amerika Serikat usai dua penembakan yang menewaskan total 31 orang di El Paso dan Dayton. Namun, ia menekankan bahwa pemicu utama penembakan yang selama ini menjamur di AS adalah gangguan kejiwaan.
"Bangsa kita harus mengecam rasisme, kefanatikan, dan supremasi kulit putih," ujar Trump
Mantan Presiden AS, Barack Obama pun menyebut salah satu penyebab utama rentetan penembakan di AS ini adalah retorika pemimpin yang memecah belah negara. "Kita harus menolak bahasa yang keluar dari mulut pemimpin manapun yang menciptakan iklim ketakutan dan kebencian atau menormalkan sentimen rasis," kata Obama.
Kelompok hak asasi Southern Poverty Law Center mengecam keras sikap Trump dan menyatakan, "Berpura-pura bahwa pemerintahannya dan retorika penuh kebencian tidak berperan dalam jenis kekerasan yang terjadi kemarin di El Paso.. menunjukkan sikap tidak bertanggung jawab yang paling buruk."
Kelompok itu menunjuk pada kampanye Trump yang menyebut pada pendatang dari Meksiko adalah pemerkosa dan penjual narkoba. Senator Demokrat, Bernie Sanders menulis di Twitter, "Tuan Presiden, hentikan retorika rasis dan antiimigran Anda. Bahasa Anda menciptakan iklim yang menyemangati para ekstremis untuk (melakukan) kekerasan."