REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menilai, produk dari sektor pertanian memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai komoditas utama ekspor Indonesia. Khususnya dari produk hortikultura yang mempunyai daya saing dan potensi ekspor tinggi.
Sekretaris Menko Bidang Perekonomian Susiwijono menjelaskan, produk hortikultura memiliki nilai ekonomi tinggi dan potensi pasar yang masih terbuka lebar. Baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
"Buah-buahan merupakan komoditas yang memberikan kontribusi Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Hortikultura tertinggi dengan rata-rata sebesar 54,7 persen dari PDB Hortikultura," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika, Senin (12/8).
Meski demikian, Susiwijono menuturkan, masih terdapat beberapa tantangan dalam pengembangan hortikultura. Di antaranya, sumber daya manusia (SDM) dan kelembagaan petani masih lemah, keterbatasan modal, pendampingan dan inovasi teknologi masih lemah, daya saing yang rendah, serta kurangnya akses pasar.
Susiwijono mengatakan, solusinya adalah perlu ada kerja sama kemitraan yang dapat membantu petani dalam merancang pola produksi hingga pemasaran di dalam negeri maupun ekspor. "Supaya petani kita menjadi lebih mandiri, tangguh dan bisa bersaing di pasar global," tuturnya.
Salah satu kemitraan yang dinilai sukses oleh pemerintah adalah pengembangan komoditas ekspor pisang dan nanas antara Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah dengan PT Great Giant Pineapple (GGP). Kemitraan ini bahkan akan direplikasi di daerah lain.
Pada tahap awal, pemerintah akan melakukan pengembangan komoditas hortikultura, khususnya pisang, secara klaster. Hal ini dilakukan melalui pola kerjasama kemitraan dengan para petani dan masyarakat, di 13 kabupaten/kota yang berada di Provinsi Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, Aceh, dan Kepulauan Riau.
Untuk mendukung hal tersebut, Susiwijono menuturkan, Kemenko Perekonomian akan mendorong pengembangan hortikultura sebagai program prioritas nasional. Tujuan utamanya meningkatkan ekspor, mendorong perekonomian daerah, serta kesejahteraan petani.
Setelah program pengembangan hortikultura ini menjadi program prioritas nasional, Kemenko Perekonomian akan mengoordinasikan melalui integrasi sejumlah kebijakan. "Yakni, penyediaan lahan melalui optimalisasi kebijakan pemanfaatan lahan melalui program Reforma Agraria, peningkatan produksi, mutu dan daya saing produk hortikultura dan peningkatan akses pembiayaan petani melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR)," ujarnya.
Selain itu, peningkatan akses pasar melalui e-commerce dan Program Kemitraan Ekonomi Umat serta penyediaan dukungan sistem logistik. Di sisi lain, pembangunan infrastruktur transportasi yang menghubungkan kawasan produksi dan dukungan kebijakan tarif dan diplomasi perdagangan internasional juga dilakukan.
Pemerintah daerah juga akan mendukung dengan cara menyediakan lahan, menguatkan kelembagaan petani dan membangun koperasi. Selain itu, memberikan dukungan akses pembiayaan dan bantuan sarana produksi, serta membantu melakukan pendampingan kepada petani.
Dorongan pemerintah terhadap hortikultura merupakan salah satu upaya untuk mengatasi defisit neraca perdagangan yang pada akhir 2018 mencapai 8,70 miliar dolar AS. Namun, sektor non migas masih dapat memberikan surplus sejumlah 4 miliar dolar AS.
Surplus ini menunjukkan bahwa potensi ekspor non migas masih sangat besar. Apabila dioptimalkan akan dapat memberikan kontribusi positif serta mengurangi defisit neraca perdagangan Indonesia, yang pada semester pertama 2019 ini masih defisit sebesar 1,93 miliar dolar AS.
"Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendorong ekspor dan mengendalikan impor untuk mengatasi permasalahan defisit neraca perdagangan tersebut," kata Susiwijono.