REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kota Bogor menyatakan belum dilibatkan dalam pembahasan dengan Pemerintah Kota Bogor ihwal opsi Provinsi Bogor Raya. Komisi III DPRD Kota Bogor Sendhy Pratama menyebut akan mempertimbangkan hasil kajian yang akan diajukan oleh pemerintah kota (Pemkot).
Menurutnya, opsi provinsi baru maupun perluasan wilayah tergantung pada prioritas yang akan dikerjakan pemkot. Dia menyatakan, pemkot harus memdahulukan kepentingan masyarakat Kota Bogor.
"Kita lihat skala prioritasnya. Bisa saja dikerjakan secara simultan," ujar Sendhy saat dihubungi, Selasa (13/8).
Sandhy menyebut, pemerintah masih memiliki banyak tugas rumah yang perlu diselesaikan. Politikus partai Hanura itu menyatakan pemkot harus mendahulukan persoalan yang ada.
Dia menjelaskan, pemerintah masih memiliki persoalan diantaranya, di bidang pembangunan infrastruktur, pengelolaan transportasi hingga penanggulangan kemisikinan. Meskipun demikian, pihaknya akan membahas hasil dari kajian yang akan diajukan pemkot.
"Nanti kita lihat dulu kajiannya dari pemkot ke arah mana kebijakannya," tuturnya.
Dia menuturkan, kebijakan yang diambil pemkot harus bermanfaat bagi masyarakat khususnya Kota Bogor. Sehingga kebijakan yang diambil tidak merugikan banyak pihak.
"Dukung atau tidak kita lihat kajian yang komprehensif dan harus bermanfaat untuk masyarakat," tuturnya.
Sebelumnya, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan, pihaknya masih melakukan kajian terkait perluasan wilayah Bogor. Di tengah kajian itu, Bima menyebut muncul usulan pembentukan provinsi baru bernama Bogor Raya.
Namun, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (Emil) tidak sepakat dengan usulan mengenai pembentukan Provinsi Bogor Raya. Menurutnya, pemekaran wilayah tingkat dua lebih penting daripada membentuk provinsi baru.
"Justru yang paling urgent sekarang itu pemekaran kabupaten-kabupaten menjadi kota tingkat II karena aksi utama dari palayanan publik itu bukan di provinsi. Itu dalam pandangan saya," ujar Emil di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Senin (12/8).