REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengadakan konsultasi dengan para menteri seniornya, Kamis (15/8). Mereka hendak mengevaluasi kembali keputusan untuk mengizinkan dua anggota Kongres Amerika Serikat (AS), yakni Rashida Tlaib dan Ilhan Omar, mengunjungi negara tersebut.
Menurut seorang pejabat pemerintah Israel, Netanyahu tampaknya hendak mengubah keputusan untuk mengizinkan Tlaib dan Omar memasuki Israel. “Ada kemungkinan bahwa Israel tidak akan mengizinkan kunjungan tersebut dengan format yang diusulkan saat ini,” kata dia.
Salah satu pertimbangan mengapa Netanyahu enggan menerima kedatangan Tlaib dan Omar adalah karena mereka merupakan pendukungan gerakan boikot, divestasi, dan sanksi (BDS) terhadap Israel. Kampanye perlawanan tanpa kekerasan itu telah dianggap sebagai momok oleh Tel Aviv.
Surat kabar Israel, Israel Hayom, melaporkan, Tlaib dan Omar dijadwalkan tiba di Israel pada Ahad (18/8) mendatang. Namun keduanya hendak mengecoh otoritas Israel dengan mempercepat kedatangannya pada Jumat (16/8). Menurut sejumlah pejabat Israel yang dikutip Israel Hayom, kedatangan Tlaib dan Omar merupakan bagian dari kampanye keras anti-Israel.
Jika nantinya diizinkan masuk, Tlaib dan Omar dilaporkan akan mengunjungi beberapa kota, antara lain Yerusalem, Hebron, Betlehem, dan Ramallah. Sebelumnya, Tlaib dan Omar disebut diizinkan untuk melakukan kunjungan ke Israel.
“Karena menghormati Kongres dan aliansi besar antara Israel dan Amerika, kami tidak akan menyangkal masuknya wanita-wanita Kongres (pendukung) BDS,” kata utusan AS untuk Israel Ron Dermer bulan lalu.
Tlaib dan Omar adalah dua orang yang vokal menyuarakan dukungan terhadap Palestina. Mereka pun diketahui pendukung gerakan BDS. Tlaib dan Omar merupakan wanita Muslim pertama yang berhasil duduk di Kongres AS.
Tlaib adalah seorang keturunan Palestina-Amerika. Dia memiliki keluarga yang tinggal di Tepi Barat. Sementara, Omar merupakan imigran asal Somalia.