REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Perdana Menteri Pakistan Imran Khan melakukan pembicaraan via telepon dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Jumat (16/8). Mereka membahas tentang ketegangan yang saat ini membekap wilayah Kashmir.
“Perdana Menteri (Khan) dan Presiden Donald Trump melakukan diskusi terperinci tentang situasi yang sedang berlangsung di Kashmir pendudukan India. Perdana Menteri menyampaikan sikap Pakistan kepada Presiden AS dan menyampaikan keprihatinan kami atas situasi di Kashmir serta langkah-langkah terbaru (yang diambil India) sehingga menimbulkan ancaman bagi perdamaian regional,” kata Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mehmood Qureshi, dikutip laman Anadolu Agency.
Menurut dia, Khan dan Trump setuju terus menjalin dialog terkait Kashmir. Qureshi mengungkapkan negaranya juga telah menjalin komunikasi dengan para pemimpin negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yakni China, Rusia, dan Inggris. “Mereka akrab dengan sudut pandang Pakistan. Berbagai upaya sedang dilakukan untuk menghubungi presiden Prancis mengenai masalah ini,” ujar Quresehi.
Ketegangan membekap Kashmir selama dua pekan terakhir. Penyebabnya adalah pencabutan status istimewa wilayah tersebut oleh India. Masyarakat Kashmir yang berada di bawah India memprotes keputusan New Delhi. Mereka menilai pencabutan status itu dapat mengubah komposisi demografis Kashmir yang mayoritas penduduknya Muslim.
Aksi protes pun pecah. India kemudian mengerahkan pasukannya ke sana dan mengisolasi Kashmir dari dunia luar. Jaringan komunikasi, internet, dan televisi diputus. Pos pemeriksaan didirikan dan jam malam diberlakukan.
Pakistan yang selama ini terlibat sengketa dengan India atas Kashmir pun mengecam pencabutan status istimewa wilayah tersebut. Imran Khan menyuarakan kecemasannya tentang kemungkinan terjadinya pembantaian umat Muslim di sana.
Pakistan telah menurunkan hubungan diplomatiknya dengan India. Mereka pun membekukan semua aktivitas perdagangannya dengan New Delhi.