REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Ratusan ribu demonstran melakukan aksi unjuk rasa secara damai di Hong Kong pada Ahad (18/8). Ini merupakan aksi protes paling tenang sejak beberapa pekan lalu.
"Mereka telah memberi tahu semua orang bahwa kita adalah perusuh. Aksi hari ini adalah untuk menunjukkan kepada semua orang bahwa kita bukan (perusuh). Itu tidak berarti kita tidak akan terus berjuang. Kami akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk menang, tetapi hari ini kami istirahat, lalu kami menilai kembali," ujar seorang peserta aksi, Chris (23 tahun).
Hujan lebat tidak menghalangi para demonstran untuk melakukan aksinya. Mereka memegang lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan, "Free Hong Kong!" dan "Democracy now!".
Beberapa peserta aksi mengarahkan laser berwarna hijau ke gedung polisi dan pemerintah. Aksi demo secara damai ini diikuti oleh keluarga dan lansia. Beberapa keluarga tampak membawa balita dalam aksi tersebut.
Para peserta aksi melakukan long march dari Taman Victoria di Cuseway Bay menuju Kantor Penghubung Hong Kong dan badan perwakilan utama Beijing di kota tersebut. Selain itu, mereka juga melewati pusat keuangan Hong Kong. Polisi memperkirakan aksi protes secara damai diikuti oleh 128 ribu orang.
"Hari ini panas sekali dan hujan. Terus terang ini menyiksa tapi kita tidak punya pilihan lain. Kita harus terus (melakukan aksi) sampai pemerintah menunjukkan rasa hormat yang layak kita terima," ujar seorang mahasiswa, Jonathan (24 tahun).
Seorang juru bicara pemerintah mengatakan, aksi protes berjalan dengan damai namun telah menganggu lalu lintas. Dia menambahkan, hal yang paling penting saat ini adalah memulihkan ketertiban sosial.
"Ketika semuanya tenang, pemerintah akan melakukan dialog yang tulus dengan publik untuk memperbaiki keretakan sosial dan membangun kembali keharmonisan sosial," ujar juru bicara tersebut.
Aksi protes mulai meletus pada Juni lalu dengan tuntutan menolak rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi, yang akan mengirim para pelaku kriminal di Hong Kong ke Cina daratan. Namun secara khusus aksi protes tersebut dipicu oleh kekhawatiran mengenai terkikisnya kebebasan Hong Kong, di bawah formula "satu negara, dua sistem".
Tuntutan para demonstran semakin meluas yakni meminta Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam untuk mundur, dan penyelidikan independen terkait dugaan kekerasan yang dilakukan polisi dalam menjaga keamanan selama aksi barlangsung.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menarik hubungan paralel antara protes dan kekerasan yang terjadi di Hong Kong dengan aksi protes pro-demokrasi di Lapangan Tiananmen pada 1989. Trump mendukung kebebasan dan demokrasi di Hong Kong. Dia berharap situasi di Hong Kong bisa segera reda dan dapat diselesaikan dengan cara kemanusiaan.