REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses seleksi calon pemimpin (capim) di Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) 2019-2023 disebut cacat dengan keterlibatan pengacara Luhut Pangaribuan dalam panelis uji publik para kandidat komisioner lembaga pemburu koruptor tersebut.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, katerlibatan Luhut dalam panelis uji publik, membuktikan tim Panitia Seleksi (Pansel) KPK sembarangan melaksanakan perannya menyaring para capim komisi antiriswah tersebut.
“Ini (adanya Luhut dalam panelis) semakin menambah cacat proses seleksi capim KPK,” kata Asfinawati kepada Republika.co.id, Selasa (27/8).
YLBHI, kata dia sejak Senin (26/8) sudah mendesak Pansel KPK untuk tak melibatkan Luhut dalam proses uji publik capim KPK. Akan tetapi, seruan YLBHI bersama Koalisi Sipil Pengawal Capim KPK tak digubris. Alih-alih mempertimbangkan untuk meninjau ulang para panelis, Pansel KPK pada Selasa (27/8) tetap mengandalkan Luhut menjadi penguji para capim.
“Jadi semua proses seleksi ini, memang sejak awal sudah berjalan salah arah,” sambung Asfinawati.
Bukan sekali ini saja YLBHI mengkritisi proses seleksi capim KPK. Dalam konfrensi pers akhir pekan lalu, bersama-sama koalisi sipil, pun Asfinawati membeberkan dugaan kongkalikong antara sejumlah anggota Pansel KPK, dengan institusi Polri yang saat ini mendominasi 20 nama daftar para capim KPK. “Setelah Pansel KPK yang diindikasikan memiliki konflik kepentingan, sekarang (Luhut) ada di panelis,” sambung dia.
Pada Selasa (27/8), sampai Kamis (29/8) Pansel KPK melakukan uji publik kepada 20 nama capim KPK. Uji publik menjadi proses tahap kelima, untuk menghasilkan 10 nama capim KPK sebelum dikirim kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam uji publik, Pansel KPK menunjuk dua panelis, yaitu Luhut yang dikatakan mewakili pakar pidana, dan Methua Gani Rahman sebagai sosiolog. Akan tetapi, nama Luhut yang menebalkan sorotan tajam dan kritikan.
Nama Luhut, tentu saja tak asing dengan perannya sebagai pengacara para tersangka korupsi yang kasusnya pernah dan sedang ditangani KPK. Bahkan saat ini, dalam catatan YLBHI, Luhut menjadi pengacara tersangka korupsi mantan Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar yang sekarang dalam tahanan KPK. Peran ganda Luhut sebagai pihak dalam perkara korupsi melawan KPK, dan panelis uji publik capim KPK, tentu saja memberi peluang adanya kepentingan yang negatif.
“Kasus Emirsyah ini sedang berjalan, bayangkan kalau kasusnya berlanjut sampai ke periode kepemimpinan KPK mendatang, yang saat ini dia (Luhut) uji,” sambung Asfinawati.
Luhut disebut juga pernah menjadi pengacara mantan Menteri Pemuda Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng, salah satu tersangka megakorupsi pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan Sekolah Olahraga (P3SON) Hambalang, pada 2012 lalu.
Pada tahun yang sama, Luhut juga menjadi pengacara salah satu tersangka skandal korupsi dana talangan Bank Century, yakni mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Budi Mulya. Dalam kasus politik di Mahkamah Konstitusi (MK), Luhut juga menjadi salah satu pengacara tim pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Maruf Amin dalam sengketa hasil Pilpres 2019.
Meski dalam dua kasus korupsi tersebut Luhut kalah dengan vonis majelis hakim yang tetap mengukum penjara para kliennya. Akan tetapi, keterlibatan Luhut dalam proses capim KPK, dengan latar belakangnya sebagai ‘pembela’ para koruptor, mengundang kepentingan yang tinggi untuk menentukan para komisioner KPK yang saat ini sedang berjalan.
Sebelum Luhut, koalisi sipil pengawal seleksi capim KPK, juga menuding para Pansel KPK yang terpapar kepentingan yang subjektif.