REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Hujan adalah berkah bagi semesta alam. Karena dengan diturunkannya air hujan, manusia dan makhluk lainnya di muka bumi akan merasakan manfaatnya. Sebagaimana dinyatakan dalam Alquran surah Qaaf ayat 9-11.
"Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh berkah lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan."
Namun, bagaimana jika hujan tak kunjung turun selama musim kemarau misalnya? Tentunya, manusia dan makhluk lainnya akan kesulitan. Karena tanpa hujan, tanaman bisa mati kekeringan dan manusia kesulitan air untuk kebutuhan sehari-hari.
Ada tuntunan dalam Islam dalam meminta agar Allah menurunkan hujan. Pendiri Pusat Kajian Hadis, KH Ahmad Luthfi Fathullah, mengatakan meminta turunnya hujan bisa dilakukan dengan shalat Istisqa atau pun berdoa dan membaca istighfar. “Shalat istisqa hukumnya sunah. Shalat ini dilakukan apabila terjadi kemarau yang panjang,” kata dia.
Pada masa Rasulullah SAW, ada warga Arab Badui yang mendatanginya dan mengeluh karena hujan yang tidak kunjung turun. Namun, menurut Kiai Luthfi, keluhan warga Arab saat itu ada yang ditanggapi Rasulullah dengan hanya berdoa kepada Allah dan ada yang dilakukan dengan shalat istisqa. Artinya, meminta hujan tidak mesti langsung dilakukan dengan shalat istisqa.
Dia mengatakan, Rasulullah pernah melaksanakan shalat istisqa setidaknya satu kali. Saat itu, kondisi cuaca memang tidak normal dan sudah mengalami kekeringan serta krisis air. Kala itu, hewan pun mati kelaparan akibat krisis air dan tanaman mengalami kekeringan.
Sehingga, Nabi Muhammad SAW memerintahkan kaum Muslim saat itu untuk melaksanakan shalat istisqa. Beliau mengumpulkan orang-orang dengan mengenakan pakaian sederhana dan mengumpulkan binatang di lapangan terbuka untuk memperlihatkan kesulitan mereka dan meminta kepada Allah diturunkannya hujan.
Zikir dan munajat kepada Allah (ilustrasi).
Shalat istisqa, menurutnya, harus dilakukan dengan ajakan pemimpin/penguasa setempat dan shalat sebaiknya dilakukan di lapangan terbuka. Shalat istisqa dilakukan secara berjamaah dipimpin oleh seorang imam. Jumlah rakaatnya ada dua yang kemudian dilanjutkan dengan khutbah dua kali oleh seorang khatib.
Pada khutbah pertama, istighfar dibacakan sebanyak sembilan kali, sedangkan pada khutbah kedua sebanyak tujuh kali. Di dalam shalat istisqa tidak ada adzan dan iqamat.
Namun demikian, Kiai Luthfi mengatakan saat ini sudah ada berbagai kajian atau penelitian yang meneliti apakah musim kemarau akan berlangsung panjang atau tidak. Hal ini salah satunya yang bisa menentukan harus dilaksanakannnya shalat istisqa atau tidak.
"Namun dalam kondisi masih tersedia air, rasanya belum saatnya dilakukan shalat istisqa, cukup beristighfar dan berdoa. Hal ini memang bergantung pada kondisi masing-masing daerah," kata Kiai Ahmad, saat dihubungi Republika.co.id, Senin (26/8) malam.
Selain shalat istisqa, menurutnya, umat Muslim dapat berdoa dan selalu mengucap istighfar kepada Allah. Kiai Ahmad lantas menceritakan kisah tentang hikmah beristighfar dari orang-orang yang mendatangi ulama dan cendekiawan Muslim yang hidup pada masa awal kekhalifahan Umayyah, Hasan al-Bashri.
Ratusan umat muslim menunaikan salat Istisqa (minta hujan) di halaman Griya Agung, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (27/8/2019).
Dikisahkan, orang pertama meminta amalan agar diberi rezeki yang luas saat mendatangi pengajian Hasan al-Bashri. Sang ulama kemudian memintanya pulang dan memperbanyak istighfar. Setelah sekian lama, nasib orang tersebut sudah berubah menjadi lebih baik dan kembali kepada Hasan al-Bashri sembari membawa oleh-oleh sebagai tanda syukur.
Orang kedua meminta didoakan agar diberi anak setelah tujuh tahun belum diberi momongan. Sang ulama juga menyuruhnya pulang dan meminta memperbanyak istighfar. Setahun kemudian, orang tersebut sudah membawa gendongan dan memiliki anak.
Orang ketiga adalah seorang petani yang meminta didoakan agar hujan turun, sehingga tanamannya tidak gagal panen. Hasan al-Bashri melakukan hal sama, ia meminta warga di kampung petani tersebut memperbanyak istighfar. Alhasil, panen mereka tidak gagal dan justru menghasilkan panen yang baik.
Murid-murid Hasan al-Bashri lantas mempertanyakan mengapa tiga masalah yang berbeda hanya dijawab dengan satu obat yang sama, yakni istighfar. Hasan Al-Bashri pun membacakan penggalan ayat Alquran surah Nuh ayat 10-12, yang isinya menyeru agar beristighar atau memohon ampun kepada Allah.
"Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (QS Nuh: 10-12).
Senada dengan Kiai Luthfi, mantan rektor Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta, KH Dr Ahsin Sakho Muhammad, mengatakan istisqa bisa berupa shalat dan doa. Sebelum dilaksanakannya shalat istisqa, dia mengatakan sebaiknya dilakukan amalan-amalan sebagai mukadimah. Selain berinfak atau sedekah, dianjurkan untuk berpuasa setidaknya tiga hari sebelum shalat Istisqa digelar.
Pada masa khalifah Umar Bin Khattab, Kiai Ahsin menuturkan bahwa Umar saat itu meminta agar umat yang mengikuti shalat istisqa tidak ada orang yang sedang dalam keadaan memutus silaturahim. Sebab, orang yang memutus silaturahim dengan keluarganya, doanya tidak akan dikabulkan Allah SWT.