REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah tokoh perwakilan masyarakat Papua mendatangi Kantor Staf Presiden (KSP) di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat (30/8). Mereka menyampaikan sejumlah aspirasi, utamanya keinginan berdialog dengan Presiden Joko Widodo.
"Kami perwakilan Papua yang terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh Papua, tokoh pemuda, kami sampaikan beberapa aspirasi, termasuk nanti ketika bertemu dengan Bapak Presiden, semua kami dapat dilibatkan untuk bicara dengan Bapak Presiden mencari solusi terbaik untuk damainya Papua, amannya Papua, dan Papua lebih sejahtera," kata mantan wakil gubernur Papua Barat Irene Manibuy atas nama para tokoh yang datang kemarin.
Ia berharap pemerintah terus menciptakan keamanan dan kedamaian di Tanah Papua sehingga masyarakat dapat hidup lebih sejahtera. "Kalau kita melihat semua ini, ini merupakan akumulasi kekecewaan, ketertinggalan, dan lain sebagainya. Jadi, ada juga aksi itu karena dari pemda sendiri, ada pemerintahan pusat, ada juga dari pihak ketiga," kata dia.
Karena itu, menurut Irene, diperlukan komunikasi bersama yang melibatkan seluruh pihak, baik tokoh masyarakat setempat, kepala daerah, maupun pemerintah pusat. Begitu juga terkait masalah otonomi khusus Papua, Irene meminta agar pemerintah memberikan perhatian khusus menyusul kian dekatnya tenggat pelaksanaannya pada 2021.
"Masalah pemekaran-pemekaran wilayah di Papua harus diprioritaskan, memperpendek rentang kendali pemerintah, baik pusat ke masyarakat maupun provinsi, kabupaten, dan lain-lain," kata dia.
Kepala Pemerintahan Suku Besar Teluk Bintuni, Jamaluddin Iribaram, yang turut dalam acara itu juga berharap pertemuan masyarakat Papua dengan Presiden bisa terlaksana. "Presiden tolong kumpulkan orang Papua untuk bicara dalam bingkai NKRI," ujar Jamaluddin.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV bidang Komunikasi Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin, mengatakan, Presiden memang beren cana mengundang kepala-kepala suku, pastor, pendeta, pimpinan gereja, tokoh adat, tokoh pemuda, dan tokoh perempuan Papua. Ngabalin berharap pertemuan itu dapat dilakukan pekan ini.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar rapat terbatas membahas mengenai perkembangan situasi di Papua. Ratas digelar di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (30/8).
Deputi V bidang Politik Hukum Keamanan dan Hak Asasi Manusia di Kantor Staf Presiden Jales- wari Pra modhawardhani mengatakan, Presiden mengutamakan pendekatan kemanusiaan di Papua. Namun, bukan berarti pendekatan keamanan tidak diperlukan. "Tapi, itu hanya berlaku sebagai the last resort, upaya terakhir yang boleh dilakukan dengan standar operasional yang terukur dan akuntabel," ujar Jaleswari dalam keterangannya, Jumat (30/8).
Jaleswari menyebut, persoalan Papua kompleks. Bukan hanya persoalan kesejahteraan, melainkan juga soal keamanan. "Presiden juga akan mengundang para tokoh Papua untuk berdialog bagi kepentingan Tanah Papua yang maju dan damai," kata Jaleswari.
Jaleswari menegaskan, kondisi di Papua bukan lagi demonstrasi damai, melainkan sudah anarkistis dan menjelma kerusuhan. Karena itu, tugas semua pemangku kepentingan untuk ikut meredam situasi yang memanas."Insiden Malang dan Surabaya merupakan pembelajaran bagi kita semua agar mengikis dan menghilangkan sikap rasialis dalam diri kita. Dan, memandang manusia setara," ujar dia.
Menko Polhukam Wiranto juga mengundang sejumlah tokoh Papua dan Papua Barat di Jakarta, kemarin. Tokoh-tokoh Papua dan Papua Barat yang diundang, di antaranya adalah Laksda TNI (Purn) Freddy Numberi dan politikus Yorrys Raweyai. Selain itu, datang juga sejumlah tokoh pemuda dan politikus, seperti Frans Ansanay, Samuel Tabuni, Alfred Papare, Victor Abraham Abaidata, Yan Mandenas, Aris Waimuri, dan Robert Kardinal.
Suasana kota Jayapura, Papua, Jumat (30/8/2019).
Dalam kesempatan itu, tokoh muda dari Nduga Papua Samuel Tabuni meminta generasi muda di Papua meredam amarah dan memberikan kesempatan kepada pemerintah menyelesaikan persoalan Papua."Beri ruang pemerintah, berikan waktu, tempat, dan hadirkan semua tokoh kita untuk melihat masa depan kita seperti apa dalam negara ini. Karena, kitalah yang menentukan. Kitalah yang akan merasakan nasib kita di atas tanah Papua," kata Samuel seusai pertemuan.
Samuel Tabuni juga menyampaikan protesnya tentang abainya pemerintah dalam melibatkan masyarakat Papua dan Papua Barat dalam pembangunan. Samuel mengatakan, aksi massa belakangan kerap diikuti generasi muda Papua dan Papua Barat yang merasa tidak dirangkul dan dilibatkan dalam kebijakan nasional atau daerah.
Ia juga menyayangkan tindakan pemerintah yang kurang responsif dalam kasus rasialisme di asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Dan, tindakan pemerintah baru berjalan setelah ada demonstrasi di Papua. "Padahal, rasialisme ini terjadi sejak lama. Itu menjadi amarah bagi orang Papua," ujarnya.
Menko Polhukam menuturkan, pertemuan selama lebih dari satu jam kemarin tidak diisi dengan saling menyalahkan satu sama lain, tetapi mencari solusi atas eskalasi situasi di Papua dan Papua Barat. Ia menyebutkan, para tokoh Papua dan Papua Barat sepakat untuk bersama-sama mendinginkan situasi.
Ia juga mengatakan, pemerintah akan berupaya lebih cepat merespons segala aspirasi dari Papua. "Harapan itu bisa selesai dengan dialog, dialog yang konstruktif ya, bukan dialog tegang-tegangan urat leher," kata Wiranto. sapto andika candra (dessy suciati saputri/arif satrio nugroho, ed: fitriyan zamzami)