Ahad 01 Sep 2019 12:32 WIB

Pemerintah Tanggapi Rencana Pengenaan Pajak Google Ads

Para pengguna jasa layanan Google Ads itu akan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Seorang pria membuka laman Google dari gawainya di Jakarta, Jumat (12/4/2019).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Seorang pria membuka laman Google dari gawainya di Jakarta, Jumat (12/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menyambut baik rencana PT Google Indonesia menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen terhadap pengguna jasa layanan Google Ads. Layanan ini memungkinkan perusahaan menampilkan iklan singkat, penawaran layanan, daftar produk melalui platform online.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Kemenkeu Hestu Yoga Saksama menuturkan, rencana tersebut merupakan niatan baik dari yang bersangkutan untuk mulai menerapkan PPN atas penyerahan jasa yang dilakukan di Indonesia. Dalam hal ini adalah layanan Google Ads yang kini sudah banyak digunakan banyak pihak seiring dengan perkembangan teknologi.

Baca Juga

Hestu mengatakan, para pengguna jasa layanan Google Ads itu akan menjadi Pengusaha Kena Paak (PKP). Mereka akan dikenakan kewajiban yang sama dengan PKP pada umumnya. “Mereka akan membayar dan melaporkan PPN sebagaimana PKP yang lain,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Ahad (1/9).

Hestu menilai, rencana penerapan PPN 10 persen terhadap layanan Google Ads merupakan bentuk kepatuhan perpajakan yang baik dari PT Google Indonesia. Hanya saja, ia mengakui, pihaknya belum melakukan perhitungan potensi. Kemenkeu akan membiarkannya berjalan secara self assessment terlebih dahulu.

Pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center, Bawono Kristiaji, menjelaskan, pemajakan atas raksasa digital memang sudah menjadi bahasan secara global. "Khususnya, dalam rangka menjamin konsensus global dalam pemajakan yang adil dan berpihak kepada negara sumber," tuturnya.

Bawono mengatakan, penerapan PPN menjadi langkah tepat mengingat pembahasan terkait mekanisme Pajak Penghasilan (PPh) masih belum ada titik terang. Atas dasar itu, tiap negara dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan pendekatan dari sisi PPN. Sebab, PPN sifatnya relatif lebih mudah diimplementasikan walau tentu masih ada tantangan administrasinya.

Dari sisi estimasi penerimaan, Bawono menyebutkan belum memiliki hitungan pasti. “Yang pasti dengan tingginya user participation di Indonesia, potensinya cukup besar,” katanya.

Melalui situs resminya, PT Google Indonesia berencana mengenakan PPN untuk layanan Google Ads pada 1 Oktober 2019. PT Google Indonesia akan mengeluarkan faktur sebagai reseller dari layanan Google Ads.

Kebijakan ini akna mempengaruhi akun-akun pengguna layanan Google Ads yang memiliki alamat penagihan di Indonesia. Selain itu, PT Google Indonesia mengharuskan pelanggan dengan status pengoleksi PPN memberikan Bukti Pembayaran PPN (Surat Setoran Pajak/SSP) dengan mengirimkan dokumen fisik yang asli dan ditandatangani.

"Google tidak dapat memberitahukan lebih rinci mengenai masalah pajak. Silahkan hubungi konsultan pajak untuk pertanyaan," tulis perusahaan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement