Senin 02 Sep 2019 16:54 WIB

Hasil Rapat BPJS: DPR Tolak Kenaikan Tarif Iuran Kelas III

Iuran BPJS tidak dinaikkan sampai validasi data kepesertaan tuntas.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris (kiri) dan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Achmad Choesni (tengah) mengikuti rapat kerja gabungan Komisi IX dan Komisi XI di Jakarta, Senin (2/9/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris (kiri) dan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Achmad Choesni (tengah) mengikuti rapat kerja gabungan Komisi IX dan Komisi XI di Jakarta, Senin (2/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi IX dan XI DPR RI menolak usulan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan kelas III bagi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Dengan penolakan tersebut, iuran kelas III akan tetap sebesar Rp 25.500 per jiwa per bulan.

Penolakan tersebut lantaran validasi data peserta BPJS Kesehatan belum tuntas. Terutama, bagi peserta kelas III saat ini yang semestinya menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya ditanggung penuh oleh pemerintah.

Baca Juga

"Komisi IX dan Komisi XI DPR RI menolak rencana pemerintah untuk menaikkan premi JKN untuk PBPU dan BP kelas III, sampai pemerintah menyelesaikan data cleansing serta mendesak pemerintah untuk mencari cata lain dalam menanggulangi defisit dana jaminan sosial kesehatan," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR sekaligus Pimpinan Rapat Kerja, Soepriyatno saat membacakan kesimpulan rapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (2/9). 

Keputusan tersebut merupakan satu dari sembilan kesimpulan rapat. Sempat terjadi perdebatan antara pemerintah dan DPR mengenai penolakan DPR. Awalnya, dewan bersikukuh menolak kenaikan tarif. Namun, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo meminta DPR untuk tidak menolak. 

Setelah melalui lobi dan perdebatan, kedua pihak memutuskan untuk tidak menaikkan tarif iuran BPJS Kelas III sampai validasi data kepesertaan tuntas. Soepryano mengatakan, validasi data menjadi penting karena sampai saat ini banyak masyarakat miskin yang seharusnya menjadi peserta PBI, namun menjadi peserta mandiri. 

Sebaliknya, banyak masyarakat mampu yang semestinya menjadi peserta mandiri justru menjadi peserta PBI. Dinaikkannya tarif iuran kelas III akan memberatkan mereka yang semestinya menjadi peserta PBI dan berhak mendapat bantuan pemerintah. 

"Ini akan jadi persoalan kalau kelas III dinaikkan. Jadi, tidak dinaikkan dulu sampai data cleansing selesai. Kami takut orang yang seharusnya tidak terima bantuan malah terima. Orang miskin harus menerima manfaat dari PBI," kata dia. 

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), masih terdapat 10.654.530 peserta Jaminan Kesehatan Nasional yang masih bermasalah. Status mereka belum jelas apakah masuk dalam kategori mampu atau miskin. 

Karena itu DPR mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan status para peserta tersebut baru dapat menaikkan iuran kelas III. Di satu sisi, lanjut Soepriyatno, pihaknya mendesak pemerintah untuk segera mengambil kebijakan dalam mengatasi defisit. 

Hingga Agustus 2019, defisit BPJS Kesehatan telah tembus Rp 14 triliun. Sampai dengan akhir tahun, defisit diperkirakan mencapai Rp 32,84 triliun. Membengkaknya defisit akan membuat rumah sakit tekor dan mengurangi kualitas pelayanan. 

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, pemerintah secepatnya akan menyelesaikan validasi data pada September ini. "Akhir september sudah harus selesai," kata Mardiasmo. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement