REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat ada 58 kasus kekerasan seksual pada anak yang terjadi di Jakarta Utara (Jakut) selama semester pertama 2019. Jika dibandingkan tahun sebelumnya (2018) jumlah kasus tersebut menurun sebanyak 20 kasus, total ada 78 kasus.
"Memang di Jakarta Utara kasusnya cukup banyak. Khususnya di tempat padat penduduk yang jadi fokus kita," kata Sekjen Komnas PA, Dhanang Sasongko di Polres Metro Jakarta Utara, Selasa (3/9).
Ia mengatakan kasus yang baru-baru ini terjadi di Pademangan Barat, seorang ayah memperkosa anak kandungnya. Meski kasus tersebut tidak dipublikasi, tetapi sudah ditangani cepat oleh Polsek setempat dan saat ini sudah dilimpahkan ke kejaksaan.
Menurut Dhanang, selain kasus kekerasan seksual kepada anak, kasus lainnya seperti kekerasan fisik dan psikis yang dilakukan orang tua maupun orang terdekat juga banyak terjadi. Termasuk, ia menyebutkan, kekerasan sesama anak.
Secara keseluruhan untuk tingkat DKI Jakarta, jumlah kasus terkait anak tercatat sekitar 200 kejadian. Khusus di wilayah Jakarta Utara, masih lebih rendah dibanding Jakarta Timur.
"Kalau dilihat angkanya paling banyak di Jakarta Timur, kemudian Jakarta Utara. Tapi respons cepat cukup membantu penanganan kasus kepada anak, makanya kita memberikan apresiasi karena respons cepatnya kepolisian," kata Dhanang.
Ia mengatakan semua kasus ini merupakan laporan yang masuk ke Komnas PA melalui Lembaga Perlindungan Anak (LPA) yang ada di setiap kota. Terkait penanganan, lanjut Dhanang, kehadiran LPA di setiap kota jadi perpanjangan tangan Komnas PA dalam penanganan kasus anak.
"Komnas PA juga berjejaring dengan lembaga-lembaga yang ada di masyarakat, termasuk kepolisian dan guru PAUD yang memberikan informasi kejadian," kata Dhanang.
Terkait data Komnas PA tersebut, Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto menyebutkan upaya-upaya pencegahan dan penindakan rutin dilakukan pihaknya salah satunya lewat program Polri Goes to School. Melalui program ini polisi masuk ke sekolah-sekolah mulai dari jenjang SD, SMP hingga SMA untuk melakukan sosialisasi maupun menjadi inspektur upacara.
"Melalui kegiatan ini diharapkan agar anak-anak lebih terbuka wawasannya sehingga bisa mencegah diri mereka menjadi korban dan punya kesempatan melapor nanti bila ada sesuatu yang menurut mereka ada kejadian," kata Budhi.