Rabu 04 Sep 2019 10:08 WIB

Polemik Capim KPK, dari Pelanggaran Etik Hingga Hapus OTT

YLBHI khawatir fungsi KPK dalam penyidikan kasus korupsi akan hilang perlahan.

Rep: Dessy Suciati Saputri/Dian Erika/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Joko Widodo (tengah) menerima Pansel Capim KPK di Istana Merdeka Jakarta, Senin (2/9/2019).
Foto: ANTARA FOTO
Presiden Joko Widodo (tengah) menerima Pansel Capim KPK di Istana Merdeka Jakarta, Senin (2/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pansel Capim KPK telah menyerahkan 10 nama ke Presiden Joko Widodo. Nama-nama itu akan dipertimbangkan oleh presiden sebelum diserahkan ke DPR. Nantinya 10 nama itu akan disaring menjadi lima orang untuk ditetapkan sebagai komisioner KPK.  

Namun, sejumlah nama dalam daftar capim KPK itu mendapat sorotan publik. Ada yang dianggap pernah melakukan pelanggaran kode etik, ada yang mengusulkan agar operasi tangkap tangan (OTT) tidak ada lagi, dan ada juga yang ingin agar KPK tak menyelidiki kasus korupsi di Kepolisian dan Kejaksaaan. Penyilidikan di dua institusi itu hanya akan menimbulkan konflik antarlembaga hukum.

Baca Juga

"Sebetulnya kalau dilihat lebih dalam maka akan keluar satu kategori. Yakni mereka akan menghambat upaya pemberantasan korupsi. Itu nanti bisa menghilangkan proses penyidikan dalam kasus korupsi," ujar Direktur YLBHI, Asfinawati, Selasa (3/9).

Ia mengingatkan banyak telinga dan mata yang memperhatikan proses penyeleksian capim KPK ini. Ia pun berharap kenegarawanan Jokowi digunakan sehingga tak begitusi menerima hasil dari Pansel. 

photo
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo (kiri) menunjukkan petisi dari sekitar 1.000 pegawai KPK yang menolak calon pimpinan KPK bermasalah di kantor KPK, Jakarta, Senin (2/9/2019).

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo berharap Presiden Joko Widodo mempertimbangkan saran dari masyarakat terkait 10 nama calon pimpinan KPK periode 2019-2023 berdasarkan hasil seleksi Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK. Ia berharap presiden berpikir jernih. 

"Salah satu yang menghambat pembangunan adalah korupsi, sehingga harapan saya Presiden jernih berpikir dan mempertimbangkan pendapat dari banyak pihak terkait 10 nama calon pimpinan lembaga antirasuah itu," katanya di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Menurut Agus, beberapa guru besar sudah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo. Beberapa tokoh juga datang ke KPK seperti Syafii Maarif dan Sinta Nuriyah untuk memberi masukan, sehingga diharapkan masukan tersebut didengarkan, agar bisa memilih pimpinan yang baik di KPK.

"Saya berharap Bapak Presiden mempertimbangkan lagi, sehingga tidak hanya menerima dan melanjutkan dengan mengirimkan nama-nama itu kepada DPR RI, namun melakukan koreksi dan memperbaiki. Itu harapan saya," katanya.

Agus mengatakan, KPK sudah mengirimkan surat pendapat tentang nama-nama calon pimpinan lembaga antirasuah itu kepada pansel. Namun Pansel mengganggapnya sudah menjadi peristiwa hukum tidak bersedia datang ke KPK untuk melihat alat buktinya terkait rekaman dan data.

"Kami sudah meminta pansel untuk datang ke KPK, namun pansel tidak mau datang. Saya tidak tahu kenapa mereka tidak datang, namun kemungkinan sibuk," ujarnya.

Agus mengatakan, dari 10 nama calon pimpinan yang dihasilkan pansel itu, ada beberapa catatan yang dimiliki KPK dan pihaknya sudah berkirim surat pendapat kepada pansel. "KPK mengajak semua pihak untuk tetap mengawal dan menunggu 10 nama yang diajukan Presiden pada DPR secara resmi," katanya.

Sepuluh nama calon pimpinan KPK hasil seleksi pansel yang akan diserahkan ke Presiden Joko Widodo, yakni Alexander Marwata (komisioner KPK), Firli Bahuri (anggota Polri), I Nyoman Wara (auditor BPK), Johanis Tanak (jaksa), Lili Pintauli Siregar (advokat), Luthfi Jayadi Kurniawan (dosen), Nawawi Pomolango (hakim), Nurul Ghufron (dosen), Roby Arya B (ASN Sekretariat Kabinet), Sigit Danang Joyo (ASN Kementerian Keuangan). 

Salah satu nama yang menjadi sorotan adalah Irjen Firli Bahuri yang saat ini menjabat Kapolda Sumsel. Firli dinilai pernah melakukan pelanggaran kode etik ketika menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK pada 2018. Firli saat wawancara dengan tim Pansel membantah telah melakukan pelanggaran seperti yang dituduhkan. 

Bela Firli

Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo menegaskan pelanggaran kode etik yang dilakukan Irjen Firli Bahuri saat menjabat Deputi Bidang Penindakan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak pernah terbukti. 

Track record (rekam jejak dari pelanggaran etik) yang dulu-dulu itu, tidak terbukti. Jangan begitulah (menuduh-nuduh),” kata dia di Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (2/9).

photo
Mantan Direktur Penyidikan KPK, Irjen Firli Bahuri menjalani uji publik Capim KPK di Kementrian Sekertariat Negara, Selasa (27/8). Firli menjadi peserta kelima yang diwawancara Pansel Capim KPK.

Firli, menjadi satu-satunya perwira tinggi Polri yang namanya berhasil masuk ke kantong Presiden. Sebelumnya Koalisi Masyrakat Sipil Pengawal Seleksi Capim KPK menuding Firli punya catatan merah berupa pelanggaran kode etik profesi saat menjabat sebagai Deputi Penindakan di KPK pada 2018.

Firli, dikatakan pernah melakukan pertemuan dengan mantan Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi, pada Mei 2018. Padahal saat itu, KPK sedang melakukan penyidikan dugaan korupsi yang menjadikan Zainul Majdi sebagai saksi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK di Istana Merdeka, Jakarta pada Senin (2/9). Presiden menyampaikan rasa terimakasihnya atas kinerja pansel capim KPK dalam menyeleksi calon-calon capim KPK.

"Terima kasih yang sebesar-besarnya karena saya lihat kerja keras panjang dalam menseleksi sejak awal sampai hari ini mungkin tinggal 20 atau 10 saya belum tahu. Ini adalah sebuah proses panjang yang telah dilalui," ujar Jokowi saat memberikan sambutannya. 

Lebih lanjut, ia juga menyampaikan telah meminta berbagai masukan dari masyarakat dan juga berbagai tokoh terkait proses seleksi yang dilakukan oleh Pansel Capim KPK. Dengan begitu, dapat menjadi catatan-catatan dan koreksi terhadap hasil kinerja pansel. 

"Saya kira memang ini eranya keterbukaan. Jadi saya juga minta agar masukan-masukan baik dari masyarakat, dari tokoh-tokoh yang telah memberi masukan juga itu bisa dijadikan catatan-catatan dalam rangka mengkoreksi apa yang telah dikerjakan oleh Pansel," jelas Jokowi. 

Menurut Jokowi, proses seleksi capim KPK ini tak perlu dilakukan secara terburu-buru. Yang terpenting, ucapnya, nama-nama yang akan disampaikan kepada DPR merupakan calon capim KPK yang layak dipilih.  "Yang paling penting menurut saya, apa yang akan nanti saya sampaikan ke DPR itu betul-betul nama-nama yang memang layak dipilih oleh DPR," ucap Presiden.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement