REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Seiring jatuhnya Kosovo ke tangan Dinasti Utsmaniyah, etnis Albania yang menyingkir dari tanah kelahirannya ketika Serbia berkuasa kembali pulang ke Kosovo. Selama masa itu, kebanyakan orang Albania masih menganut Kristen.
Di bawah kekuasaan Usmani Turki, orang Albania dan Serbia yang tinggal di Kosovo bisa hidup berdampingan. Beberapa penguasa Serbia di Kosovo pun diberi kesempatan untuk tetap berkuasa di Kosovo namun berada di bawah Sultan Ottoman.
Perlahan tapi pasti, hampir dua per tiga orang Albania mulai tertarik untuk memeluk agama Islam. Orang Serbia pun banyak juga yang berpindah keyakinan dan menjadikan Islam sebagai agamanya. Namun, sebagian besar orang Serbia tetap berkukuh menjalankan agamanya. Utsmaniyah pun tak pernah memaksa penganut agama lain untuk masuk Islam.
Umat Kristen Serbia dan Yahudi dilindungi kehidupannya sebagai 'ahli kitab'. Mereka berstatus sebagai dhimmi. Tak ada pembantaian yang dilakukan umat Islam terhadap penganut Kristen dan Yahudi. Saat itu, hukum Syariah ditegakkan di bumi Kosovo.
Para penganut Kristen dan Yahudi tetap memiliki hak kepemilikan, namun diharuskan membayar pajak. Akhir abad ke-17, orang Serbia secara besar-besaran meninggalkan Kosovo, seiring dengan kemenangan demi kemenangan yang dicapai tentara Kerajaan Usmani. Sehingga, 'pusat gravitasi' Serbia beralih ke wilayah Utara, yakni Belgrade. Peristiwa itu dikenal sebagai great migration.
Keberhasilan Utsmaniyah menaklukkan Kosovo merupakan sebuah pencapai yang besar. Apalagi, wilayah itu kaya akan sumberdaya mineral. Tak heran, bila Kosovo menjadi aset penting bagi kesultanan Turki. Selama periode Ottoman, ada upaya yang begitu gencar untuk mempromosikan budaya dan bahasa Albania.