Selasa 10 Sep 2019 12:54 WIB

IHSG Diprediksi 6.650 hingga Akhir Tahun

Pertumbuhan laba usaha emiten pada semester satu 2019 yang lambat penyebab IHSG loyo.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Karyawan melintas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (10/6/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Karyawan melintas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (10/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mandiri Sekuritas memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada pada level 6.650 pada akhir tahun ini. Perkiraan ini mengalami penurunan dari target sebelumnya pada level 6.800

Head of Equity Research Mandiri Sekuritas Adrian Joezer mengatakan perubahan target IHSG lantaran realisasi pertumbuhan laba usaha para emiten pada semester satu 2019 yang hanya enam persen secara tahunan. Menurutnya perlambatan pertumbuhan kinerja emiten disebabkan adanya pemilihan umum (pemilu) pada April lalu, sehingga membuat investor menahan investasinya.

Baca Juga

"Jadi laba kuartal I-2019 agak rendah di sekitar mid-single digit dan pada akhir Juni 2019 agak melambat sedikit. Jadi, kami ada revisi,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (9/9).

Dari sisi domestik, konsumsi agak terganggu dan ada faktor pemilihan umum (pemilu) sehungga investasi kurang bergairah pada semester I 2019. Dari sisi eksternal, menurut Adrian rendahnya pertumbuhan laba bersih emiten merupakan imbas dari melambatnya pertumbuhan ekonomi global karena menurunnya harga komoditas. Sekaligus perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina yang tak kunjung usai juga turut mempengaruhi laba emiten. 

"Jadi memang menunggu kepastian global. Dari sisi investor mereka wait and see," ungkapnya.

Kendati demikian, Adrian menyebut kinerja pasar saham Indonesia masih tergolong baik dibanding dengan negara lain. Hal ini terlihat dari revisi rasio laba per saham atau earnings per share (EPS) secara year to date (hingga Agustus 2019) Indonesia yang baru sebesar 5,8 persen. 

"Revisi ini lebih rendah dari Vietnam yang mencapai 7,9 persen, Thailand 9 persen dan Korea Selatan 31,7 persen," ucapnya.

Ke depan, Adrian memperkirakan Indonesia tidak terlalu terkena dampak perlambatan ekonomi global. Sebab, Indonesia tidak terlalu terkoneksi ke global supply chain

"Indonesia lebih terproteksi karena pertumbuhan ekonominya lebih digerakkan oleh faktor konsumsi domestik yang mencapai 50 persen-60 persen," kata dia.

Jika dilihat per sektor, pada semester satu sektor yang menunjukan kinerja yang baik yakni adalah produsen barang konsumsi atau kebutuhan konsumen (Fast Moving Consumer Goods/ FMCG), farmasi dan telekomunikasi. Sedangkan, perusahaan yang kurang baik kinerjanya pada semester satu yakni emiten sektor pertambangan dan perkebunan.

Adapun kontribusi negatif juga banyak datang dari komoditas dan sektor yang terkait dengan investasi, seperti infrastruktur, karena adanya pemilu. 

"Investor menahan investasinya. Namun, diharapkan sektor ini bisa menjadi tumpuan kinerja pasar saham di Indonesia," ucapnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement