Rabu 11 Sep 2019 09:05 WIB

Veronica Koman Diminta Kooperatif

Veronica sedianya akan diperiksa terkait kasus kerusuhan di Papua dan Papua Barat.

Kapolda Jatim Irjen Luki Hermawan
Foto: dokumentasi Polda Jatim
Kapolda Jatim Irjen Luki Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Pol Luki Hermawan meminta Veronica Koman kooperatif. Tersangka dugaan penyebaran hoaks dan provokasi insiden asrama mahasiswa Papua di Surabaya itu diminta memenuhi pemanggilan pemeriksaan kedua yang dilayangkan Polda Jatim.

Polda Jatim mengaku sudah melayangkan panggilan kedua ke sejumlah alamat Veronica Koman, baik di Jakarta Barat, Jakarta Selatan, maupun tempat tinggalnya di luar negeri. Veronica sedianya akan diperiksa terkait kasus kerusuhan di Papua dan Papua Barat.

"Kami kirim ke dua alamat rumah di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan. Hubinter juga akan mengirimkan surat pada alamat yang ada di luar negeri melalui KBRI. Kita sudah temukan alamatnya," kata Kapolda Jatim saat menggelar konferensi pers di Mapolda Jatim, Surabaya, Selasa (10/9).

Luki mengungkapkan, pada panggilan pemeriksaan pertama, sama sekali tidak ada respons dari Veronica maupun dari pihak keluarga. Pada pemanggilan kedua ini, Luki menyarankan agar Veronica mau mendatangi penyidik untuk dilakukan pemeriksaan.

Adapun waktu pemeriksaannya dijadwalkan pada 13 September 2019.

"Waktunya kalau dilihat dari surat yang kami layangkan itu sekitar tanggal 13 September 2019. Tapi, karena jauh, kami bisa beri toleransi mungkin sampai minggu depan," ujar Luki.

Jika tidak juga memenuhi panggilan, polda mempertimbangkan menjadikan Veronica dalam daftar pencarian orang (DPO). Bahkan, jika Veronica tetap tidak mengindahkannya, bukan tidak mungkin polisi akan mengeluarkan red notice.

"Semoga tidak sampai keluar red notice. Kalau sampai keluar red notice, yang bersangkutan ini akan tidak bisa ke luar berpergian ke mana-mana lagi. Kan ada 190-an negara yang saat ini sudah bekerja sama dengan kita. Ini akan menghambat aktivitas yang bersangkutan sebagai pegiat HAM," kata Kapolda menegaskan.

Saat ini, Polda Jatim sudah mengusulkan pencabutan paspor Veronica Koman ke Kementerian Hukum dan HAM. Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi menyatakan siap menindaklanjuti permintaan Polda Jatim ini.

photo
Presiden Joko Widodo (kanan) memberikan salam kepada sejumlah tokoh Papua sebelum pertemuan di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie menuturkan, pada Senin (9/9) kemarin, surat permintaan dari Polda Jatim diterima pihaknya. Menurut Ronny, pencabutan paspor tersebut dapat membantu pihak Polda Jawa Timur dalam meneruskan proses penyidikan. Berdasarkan data yang terakhir didapat Ditjen Imigrasi, dia menduga Veronica saat ini berada di Australia.

“Ketika diketahui yang bersangkutan memang di luar, di Australia sesuai data yang terakhir atau di negara lain, kita akan koordinasi untuk menjalankan kerja sama yang diminta oleh penyidk Polda Jatim,” ujarnya.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memastikan bahwa pencabutan paspor tersangka kasus ujaran kebencian dan penyebaran hoaks, Veronica Koman, sudah sesuai aturan. Pernyataan Yasonna ini menanggapi tudingan sejumlah pihak bahwa pencabutan paspor Veronica adalah bentuk pelanggaran HAM.

Yasonna menyebutkan, permintaan pencabutan paspor Veronica dilakukan atas permintaan Polda Jawa Timur. Syarat dari penegak hukum inilah yang kemudian menjadi dasar langkah Ditjen Imigrasi mencabut paspor Veronica. "Sudah masuk, jadi biar dirjen yang nangani. Kalau melanggar hukum kan bisa, permintaan bisa. Kalau bukan ekstradisi, diusir dia di sana karena dia tidak punya (paspor berlaku)," kata Yasonna.

Di samping itu, penetapan tersangka Veronica Koman dinilai menjadi ancaman untuk aktivis HAM lain. “Tidak hanya Veronica Koman, kami juga bisa ditersangkakan setelah ini. Misalnya, kami bilang Vero tidak bersalah, dia bisa bilang kamu melanggar UU Nomor 1/1946 karena kabar bohong,” ujar Kepala Advokasi LBH Jakarta Nelson Simamora.

Menurut dia, Papua merupakan daerah yang cukup tertutup untuk wartawan, apalagi wartawan luar negeri dan terjadi blokade informasi dari satu corong. Nelson menilai, terjadi monopoli narasi yang beredar kepada masyarakat di luar Papua tentang Papua. Kemudian, saat narasi itu dilawan, terdapat ancaman pidana penyebaran berita bohong. N dadang kurnia/sapto andika candra/antara ed: agus raharjo

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement