REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung impementasi kewajiban sertifikasi halal yang akan berlaku mulai 17 Oktober 2019 mendatang. Wakil Sekjen MUI Salahuddin Al-Aiyyubi mengatakan, MUI memandang kewajiban bersertifikasi halal bagi produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia sudah amat tegas dijelaskan dalam UU Jaminan Produk Halal.
Dia menegaskan, BPJPH dan MUI adalah para-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan sertifikasi halal. Karenanya pihak-pihak ini, ditambah dengan Kementerian/Lembaga terkait dalam penyelenggaraan JPH, harus menyiapkan diri dan bekerja sama untuk mensukseskannya.
“MUI sendiri menyiapkan banyak hal untuk menyongsong pemberlakuan kewajiban bersertifikat halal itu,” kata Salahuddin dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Kamis (12/9).
Salahuddin menegaskan pimpinan MUI fokus dalam mendukung penyiapan pelaksanaan UU JPH. Di internal MUI juga menyiapkan perangkat yang menjadi tugas dan peran MUI dalam penyelenggaraan JPH.
Dia menambahkan, sejak menerima draf PMA dari BPJPH beberapa waktu lalu, MUI telah melakukan telah dan pembahasan rutin. Hasil telaah dalam bentuk Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dikirimkan ke BPJPH melalui Kemenko PMK. MUI, katanya juga sudah membentuk tim khusus yang ditugaskan pimpinan MUI untuk melanjutkan sertifikasi halal sesuai dengan regulasi halal yang baru.
“Sudah menjadi kewajiban MUI memastikan bahwa jaminan halal pada produk itu terlaksana melalui sertifikasi halal. Untuk itu kami harus memastikan setiap proses yang terkait dengan syariah yang menjadi kewenangan MUI terlaksana sebagaimana seharusnya," ujarnya.
Koordinator Tim Pembahas RPMA ini mencontohkan hal-hal yang terkait syariah, di antaranya standar kehalalan produk, penilaian kesesuaian syariah Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dan sertifikasi auditor halal. Dalam hal ini MUI mempunyai kewenangan menentukan jaminan halal dimaksud.