REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Perang tarif yang terus terjadi antara Amerika Serikat (AS) dengan China berpotensi mengurangi 0,8 persen dari output ekonomi global atau Growth Domestic Product (GDP) pada tahun depan dan memicu kerugian tambahan di tahun-tahun mendatang. Proyeksi ini disampaikan International Monetary Fund (IMF), Kamis (12/9) lalu.
Perkiraan tersebut lebih 'suram' dibanding dengan proyeksi IMF awal tahun. Saat itu, lembaga pinjaman internasional itu memperhitungkan, perang tarif yang sudah diberlakukan maupun akan dilakukan kedua negara dapat memotong 0,5 persen dari output ekonomi global pada 2020.
Juru bicara IMF Gerry Rice mengatakan, ketegangan perdagangan mulai mempengaruhi ekonomi dunia yang sebelumnya sudah menghadapi berbagai tantangan. Di antaranya, pelemahan aktivitas manufaktur yang tidak mengalami perbaikan sejak krisis keuangan global pada 2007-2008.
Dalam konferensi pers, Rice mengatakan, IMF akan segera merilis prospek ekonomi baru yang direvisi pada bulan depan. Tapi, dilansir di Reuters, Kamis, Rice masih belum menyebutkan rincian revisi yang dimaksud.
Hanya saja, Rice menyebutkan, laju aktivitas ekonomi dunia tetap terlihat tenang. Kondisi ini terjadi di tengah peningkatan ketegangan geopolitik dan perdagangan yang menyebabkan ketidakpastian dan mengikis kepercayaan bisnis maupun investasi.
Sebelumnya, IMF sempat meramalkan bahwa perang dagang AS-Cina dan perselisihan dagang lainnya mengancam pertumbuhan global di masa depan. Tapi, nyatanya, dampak tersebut kini sudah mulai terasa. "Ketegangan perdagangan bukan hanya ancaman, tapi mulai membebani dinamika ekonomi global," kata Rice.
Sampai saat ini, Rice menekankan, IMF juga tidak pernah meramalkan akan terjadinya kondisi resesi global. Pernyataan ini disampaikan Rice meski IMF sempat menggunakan kata-kata seperti 'sangat berbahaya' dan 'sangat rapuh' untuk menggambarkan prospek ekonomi.
Rice berharap agar para pihak tidak membuat keputusan sendiri terlebih dahulu. "Mari kita tunggu dan lihat," tuturnya.