REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat olahraga Broto Happy menganggap perselisihan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan PB Djarum terjadi karena minimnya komunikasi. Menurutnya, PB Djarum dan KPAI terlambat duduk bersama mencari solusi hingga timbul kegaduhan di masyarakat.
Broto mengatakan, keinginan KPAI dan aktivis anti-tembakau menghapus brand produk rokok dalam audisi PB Djarum sudah lama mencuat. Namun PB Djarum tak meresponnya dengan baik sampai masalahnya terlanjur membesar. Ia menyayangkan KPAI dan PB Djarum yang tak mencari solusi sampai pro-kontra muncul lebih dulu.
"Yang perlu jadi hikmah ya komunikasi, ngobrol bareng, itu kan sudah ada isu sejak tahun lalu, Juli muncul lagi. Tapi lambat penanganannya, padahal gampang tinggal dipanggil, dengarin duduk bareng cari win-win solution. Jangan gaduh duluan," kata Broto kepada Republika.co.id, Jumat (13/9).
Broto juga menyesalkan sikap reaktif dari PB Djarum yang justru memperuncing masalah. Ia menyarankan PB Djarum bertindak bijaksana ke depannya agar ajang pencarian bakat atlet bulu tangkis tak berhenti begitu saja.
"Inginnya PB Djarum jangan terlalu reaktif, kita tahu sumbangsihnya mereka besar untuk bulu tangkis Indonesia. Kalau dilarang ini-itu, tahun depan berhenti (audisi). Harusnya jangan begitu, semua masih ada jalannya asal dibicarakan dengan kepala jernih," jelas Broto.
Broto pun mengapresiasi PB Djarum dan KPAI yang bisa menurunkan ego demi masa depan bulu tangkis Indonesia. Perselisihan ini akhirnya tuntas di meja mediasi Menpora Imam Nahrawi pada Kamis (12/9).
PB Djarum setuju mengubah nama audisi menjadi Audisi Umum Beasiswa Bulu Tangkis tanpa menggunakan logo dan merek Djarum. Kemudian KPAI juga mencabut Surat KPAI tanggal 29 Juli 2019 tentang permintaan pemberhentian audisi Djarum. "Ternyata bisa kan menemukan solusi, ngalah sedikit enggak apa-apa demi kepentingan pembinaan bulu tangkis lebih besar," tegasnya.