REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka kasus provokasi insiden asrama mahasiswa Papua Veronica Koman menampik tudingan dirinya tidak memberikan laporan studi kepada institusi beasiswanya. Menurut dia, meski terlambat memberikan laporan, urusan tersebut sudah selesai sejak 3 Juni 2019.
"Urusan itu telah selesai per 3 Juni 2019 ketika universitas tempat saya studi mengirimkan seluruh laporan studi saya kepada institusi beasiswa saya," ujar Veronica saat dikonfirmasi, Ahad (15/9).
Vero mengungkapkan, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Australia justru pernah mengganggu studinya. Itu terjadi setelah ia berbicara tentang pelanggaran HAM Papua di acara yang diselenggarakan Amnesty International Australia serta gereja-gereja Australia.
Menurut Veronica, para staf KBRI datang ke acara tersebut untuk memotret dan merekam guna mengintimidasinya. Selain itu, mereka juga melaporkan dirinya ke institusi beasiswa atas tuduhan mendukung separatisme di acara tersebut.
"Itu juga yang membuat hubungan saya dengan institusi beasiswa saya menjadi dingin dan saya tidak meminta lagi pembiayaan beberapa hal yang seharusnya masih menjadi tanggungan beasiswa," kata dia.
Vero menyebutkan, dirinya menolak segala upaya pembunuhan karakter yang sedang ditujukan kepadanya. Menurut pengacara resmi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) itu, kepolisian telah menyalahgunakan wewenangnya dan berlebihan dalam mengkriminalisasinya, baik dalam cara maupun melebih-lebihkan fakta yang ada.
"Pemerintah pusat beserta aparaturnya tampak tidak kompeten dalam menyelesaikan konflik berkepanjangan di Papua hingga harus mencari kambing hitam atas apa yang terjadi saat ini. Cara seperti ini sesungguhnya sedang memperdalam luka dan memperuncing konflik Papua," kata dia.
Veronica sedang melanjutkan pendidikan S2 hukum karena mendapatkan beasiswa di salah satu negara tetangga Indonesia. Menurut Kapolda Jatim Inspektur Jenderal Polisi Luki Hermawan, pihaknya telah berkerja sama dengan Kementerian Luar Negeri, Ditjen Imigrasi, dan Divhubinter Mabes Polri untuk menelusuri transaksi yang ada di rekening aktivis tersebut.
Tersangka, kata dia, selama mendapat beasiswa sejak tahun 2017 tidak pernah memberikan laporan untuk mempertanggungjawabkan dana yang dia terima. "Kemarin sudah saya sampaikan, dia punya dua nomor rekening, baik yang di dalam negeri maupun di luar negeri. Kami akan koordinasi dengan Divhubinter Mabes Polri untuk mencari tahu dari mana uang yang masuk dan keluar ke mana," kata Luki di Mapolda Jatim, Selasa (10/9).
Veronica mengatakan, tuduhan terhadapnya justru yang tidak menjadi fokus perhatian. "Aspirasi ratusan ribu orang Papua yang turun ke jalan dalam rentang waktu beberapa pekan ini seolah hendak dibuat menjadi angin lalu," ujar dia.
Soal saldo di rekeningnya, Veronica mengaku, masih dalam batas nominal yang wajar sebagai pengacara yang juga kerap melakukan penelitian. Ia mengklaim pernah menarik uang ketika berkunjung ke Papua dengan nominal yang sewajarnya untuk biaya hidup sehari-hari.
"Saya tidak ingat bila pernah menarik uang di Surabaya. Apabila saya sempat pun ketika itu, saya yakin maksimal hanya sejumlah batas sekali penarikan ATM, untuk biaya makan dan transportasi sendiri," ujar Veronica. Namun, ia menganggap pemeriksaan rekening pribadinya tidak ada sangkut pautnya dengan tuduhan pasal yang disangkakan. (ed: ilham tirta)