REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi memiliki total harta kekayaan Rp 22.640.556.093. Imam ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (18/9).
Berdasarkan pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada situs https://elhkpn.kpk.go.id, Imam melaporkan harta kekayaannya pada 31 Maret 2018 atas kekayaannya pada 2017 sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Perinciannya, Imam memiliki harta berupa tanah dan bangunan senilai Rp 14.099.635.000 yang tersebar di Sidoarjo, Jakarta Selatan, Bangkalan, Kota Surabaya, dan Malang.
Selanjutnya, Imam juga memiliki harta berupa empat kendaraan roda empat dengan total Rp 1.700.000.000, yakni Hyundai Minibus, Mitsubishi Pajero, Toyota Kijang Innova, dan Toyota Alphard. Imam juga tercatat memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 4.634.500.000, surat berharga senilai Rp 463.765.853 serta kas dan setara kas Rp 1.742.655.240.
KPK pada Rabu mengumumkan Imam dan asisten pribadinya Miftahul Ulum (MIU) sebagai tersangka dalam pengembangan perkara suap terkait penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI tahun anggaran (TA) 2018. Imam diduga menerima suap dengan total Rp 26,5 miliar.
"Uang tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora TA 2018, penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima, dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan IMR selaku Menpora," ungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Ia menyatakan uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait. Perinciannya, lanjut Alexander, dalam rentang 2014-2018, Menpora melalui Miftahul diduga telah menerima uang sejumlah Rp 14,7 miliar.
"Selain penerimaan uang tersebut, dalam rentang waktu 2016-2018, IMR selaku Menpora diduga juga meminta uang sejumlah total Rp 11,8 miliar," kata Alexander.
Imam dan Miftahul disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.