Rabu 18 Sep 2019 21:06 WIB

Membangun Karakter Cinta Mangrove dengan Sekolah Mangrove

Tak cukup sekedar teori, para siswa juga diajak turun ke kawasan Mangrove Center.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
Siswa SDN Paoman IV Indramayu menunjukkan tanaman mangrove yang akan mereka tanam, beberapa hari yang lalu.
Foto: Republika/Lilis Sri Handayani
Siswa SDN Paoman IV Indramayu menunjukkan tanaman mangrove yang akan mereka tanam, beberapa hari yang lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, Kabupaten Indramayu memiliki garis pantai yang sangat panjang. Ada 147 kilometer (km). Selain menjadi potensi kekayaan alam, dibalik itu adapula ancaman yang mengintai. Yakni abrasi pantai.

Abrasi yang terjadi di Kabupaten Indramayu bahkan telah mengubah daratan di sejumlah lokasi menjadi lautan. Salah satunya, menghilangkan Dusun Plentong di Desa Ujung Gebang, Kecamatan Sukra. Dusun yang semula ramai dengan aktivitas pemerintahan, pendidikan, dan sosial kemasyarakatan, kini hilang terkubur menjadi dasar lautan pada 1990-an.

Begitu pula dengan sumur sere dan lapangan luas di pesisir Eretan, Kecamatan Kandanghaur. Sumur itu mengandung nilai sejarah karena pernah menjadi sumber air bagi para tentara Jepang, tatkala mereka mendarat di pantai Eretan pada Maret 1942 silam. Namun sayang, keberadaan sumur sere dan lapangan luas yang ada di sekelilingnya itupun saat ini sudah hilang menjadi dasar lautan.

Berdasarkan data yang dimiliki Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Kabupaten Indramayu, pada 2017, dari 147 km panjang garis pantai di Kabupaten Indramayu, sepanjang 42,60 km di antaranya mengalami abrasi. Dari 42,60 km pantai yang abrasi itu, sepanjang 18,28 km telah ditangani. Sedangkan sisanya yang mencapai 24,32 km, belum tertangani.

Ada sejumlah penyebab terjadinya abrasi yang melanda pesisir pantai Indramayu. Di antaranya, karakteristik pantai di Indramayu yang berupa aluvial maupun rusaknya hutan mangrove.

Untuk mengatasi kerusakan hutan mangrove itu, Pemkab Indramayu bersama dengan Pertamina RU VI Balongan telah berupaya mengatasinya. Salah satunya dengan menerapkan Kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) Tematik Mangrove.

Penerapan kurikulum itu bahkan merupakan yang pertama di Indonesia. Sasarannya adalah anak-anak sekolah dasar (SD) kelas empat, lima dan enam. Tujuannya, agar mereka mengenal dan menyadari arti penting mangrove sejak dini serta berperan dalam memelihara kelestariannya.

‘’Untuk penerapan kurikulum itu, awalnya diadakan sekolah rintisan mangrove terlebih dahulu,’’ kata Ketua Kelompok Kerja Guru (KKG) Mangrove Kabupaten Indramayu, yang juga Kepala Sekolah SDN Paoman IV Indramayu, Lutfiyah, saat ditemui Republika di ruang kerjanya, akhir pekan kemarin.

Sekolah rintisan mangrove itu diterapkan di tiga sekolah dasar (SD) pada 2016 lalu. Yakni, SDN Karangsong 1, SDN Pabean Udik 1 dan SD Unggulan. Dalam program tersebut, diadakan penyuluhan ke tiga sekolah itu tentang mangrove. Selain penjelasan tentang jenisnya yang beragam, namun juga manfaat mangrove, baik untuk lingkungan maupun untuk pembuatan produk makanan, minuman, kosmetik maupun obat.

Tak cukup sekedar teori, para siswa juga diajak turun ke kawasan Mangrove Center Karangsong. Mereka dilibatkan secara langsung melakukan penanaman mangrove.

Melihat dampaknya yang positif, program sekolah mangrove kemudian diterapkan lebih luas hingga mencapai 11 SD pada 2017. Di 11 sekolah itu, PLH tematik mangrove diterapkan dalam bentuk ekstrakurikuler.

‘’Tapi yang namanya ekstrakurikuler kan sifatnya hanya pilihan, bukan wajib,’’ tutur Lutfiyah.

Untuk itu, kemudian dibentuklah KKG Mangrove. Bahkan, lahir pula Peraturan Bupati (Perbup) Indramayu tentang Kurikulum Muatan Lokal PLH Tematik Mangrove pada 2018.

‘’Dengan adanya perbup itu, maka PLH tematik mangrove yang tadinya ekstrakurikuler, berubah menjadi muatan lokal (mulok),’’ terang Lutfiyah, yang juga berperan sebagai salah satu penyusun lembaran kerja siswa dan buku pegangan guru tematik mangrove.

Penerapan mulok PLH Tematik Mangrove yang awalnya hanya di 11 SD kemudian dilakukan lebih luas di 26 SD pada 2018. Bahkan, saat ini jumlah SD di Indramayu yang menerapkan kurikulum tersebut terus bertambah.

Terpisah, Ketua Tim dan Koordinator dalam penyusunan kurikulum dan buku pelengkap PLH Tematik Mangrove, Hendra Gunawan, menjelaskan, untuk pembuatan kurikulum dan penulisan buku materi PLH Tematik Mangrove itu, dia membentuk tim yang terdiri dari para ahli yang berkompetensi dalam bidang tersebut.

‘’Semua ada sepuluh buku, yakni satu buku kompetensi inti dan kompetensi dasar, tiga buku teks (kelas empat, lima, enam), tiga buku LKS dan tiga buku panduan guru,’’ terang pria yang juga merupakan Peneliti Utama Puslitbang Hutan itu.

Hendra menjelaskan, keberadaan mulok PLH Tematik Mangrove tersebut dilatari keprihatinan terhadap kerusakan hutan mangrove yang semakin luas. Padahal, Indonesia merupakan negara dengan mangrove terluas di dunia. Dengan mulok itu, diharapkan generasi muda menjadi peduli dengan mangrove dan menjadi agen perbaikan lingkungan.

‘’Hanya melalui kurikulum kita bisa membangun karakter cinta mangrove secara terstruktur dan melekat sepanjang hidup,’’ tegas Hendra.

Hendra berharap, ke depan, PLH Tematik Mangrove bisa diajarkan di semua sekolah di pesisir Indonesia. Apalagi, di dalam buku itu juga ada bab mitigasi bencana di wilayah pesisir sehingga bisa menjadi salah satu upaya mitigasi bencana tsunami.

Sementara itu, untuk melengkapi dan memaksimalkan media pembelajaran sekolah mangrove, Pertamina RU VI Balongan juga menyerahkan bantuan alat peraga PLH Tematik Mangrove kepada sekolah-sekolah yang menerapkan mulok tersebut. Alat peraga itu berupa magnet keanekaragaman hayati, magnet jaring-jaring makanan, poster fauna hutan mangrove,  poster pencegah banjir dan poster pencegah tsunami. 

Unit Manager  Communication, Relation & CSR RU VI Balongan, Eko Kristiawan, menjelaskan, melalui alat peraga itu, maka informasi yang disampaikan kepada para siswa diharapkan bisa lebih mudah dipahami.

‘’Kami berharap alat peraga itu bisa memotivasi anak agar dapat berpikir efektif dan efisien sehingga bisa menumbuhkan partisipasi dalam perlindungan, pengelolaan, dan pengembangan kawasan hutan mangrove,'' tukas Eko.

Program sekolah mangrove di Kabupaten Indramayu itupun telah berhasil membuahkan penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai  Kurikulum Pendidikan Lingkungan Hidup Tematik Mangrove Pertama di Indonesia. 

Penghargaan diserahkan oleh Senior Manager MURI, Yusuf Ngadri, kepada General Manager Pertamina RU VI Balongan, Burhanudin, dan Bupati Indramayu, Supendi, pada acara Coastal Clean Up yang digelar  Kementerian LHK di Kota Cirebon, pada 15 Februari 2019. Hal itu disaksikan langsung Menteri LHK RI, Siti Nurbaya Bakar. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement