REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivitas beragama di Magwe berangsur menggeliat.
Pemerintah Myanmar mengizinkan umat Islam beribadah di masjid yang ditutup.
“Tempat-tempat darurat untuk shalat kecil dan tidak nyaman. Pihak pemerintah mengizinkan para jamaah shalat di masjid-masjid yang sebelumnya ditutup,” kata kepala daerah Magwe Dr. Aung Moe Nyo pada wawancaranya dengan media berita Irrawaddy, Kamis (19/9).
Beberapa masjid yang ditutup di daerah Magwe, Myanmar akan dibuka kembali pada hari Selasa setelah 10 tahun terjadinya konflik antar agama di daerah tersebut.
Untuk saat ini, media berita Irrawaddy belum bisa memberikan konfirmasi mengenai jumlah masjid yang akan kembali dibuka di daerah tersebut ataupun jumlah masjid yang sudah ditutup.
U Soe Win, pengatur hukum untuk kota Chauk di daerah Magwe mengatakan kalau terdapat 2 masjid yang dibuka kembali berdasarkan keputusan hukum yang dia buat.
“Sebelumnya, Masjid Masjid tersebut merupakan area yang terlarang. Sekarang aktivitas ibadah sudah dibolehkan lagi. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin kebebasan beragama yang segaris dengan kebijakan mengenai persamaan(equality) yang diartikulasikan oleh pemerintah” kata U Soe Win kepada Irrawaddy.
Konflik sektarian yang terjadi antara komunitas Buddha dan Muslim Myanmar dipicu oleh kejadian pemerkosaan terhadap wanita di kota Salin. Akibatnya, kekerasan menyebar ke seluruh daerah magwe sehingga membuat beberapa masjid di rusak oleh para perusuh.
Pembukaan kembali masjid diikuti donasi yang dilakukan oleh seorang kepala staf militer Myanmar bernama Jenderal Min Aug terhadap komunitas non Buddha. Sementara itu, pihak pemerintah daerah mencoba membuka kembali dua masjid tetapi gagal.
Juru bicara militer Myanmar Brigadir Jenderal Hajji U Aye Lwin mengatakan, kalau donasi tersebut ditunjukkan untuk pembangunan aspek sosial, politik, dan agama di negara tersebut.