REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mendorong agar teknologi finansial (tekfin/fintech) harus berkolaborasi dengan perbankan. Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan ini akan menjadi satu keniscayaan di masa depan.
"Kami tidak ingin ada shadow banking sehingga di masa depan harus kolaborasi," kata Perry dalam Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 di Jakarta Convention Center (JCC), Senin (23/9).
Ia menyampaikan perbankan akan tetap jadi inti dari sistem keuangan Indonesia. Ini karena inklusi keuangan berdasar pada jumlah masyarakat yang sudah memiliki rekening di perbankan dengan target akhir 2019 sebesar 75 persen.
Seiring dengan perkembangan teknologi, BI juga mengarahkan pada ekonomi keuangan digital dengan elektronifikasi yang dapat membantu pencapaian inklusi. Saat ini BI fokus pada tiga sasaran yakni bantuan sosial, sistem transportasi, dan operasional pemerintah daerah.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Filianingsih Hendarta menyampaikan sistem keuangan Indonesia sebesar 80 persen masih berpusat di perbankan. Peran fintech potensial karena pertumbuhannya yang sangat pesat dalam waktu singkat.
"Memang porsi seperti p2p lending dan uang elektronik itu masih sangat kecil, tapi pertumbuhannya puluhan dan ratusan persen," kata Filianingsih.
Sehingga selain mendorong digitalisasi perbankan, BI juga mendorong kolaborasi dengan fintech. Ketua Dewan Komisioner, Wimboh Santoso mengatakan OJK mendorong kolaborasi fintech dengan pihak mana pun. Seperti misalnya membantu bank-bank kecil dalam akselerasi digital.
"Boleh kita izinkan bank kecil seperti Bank Pembangunan Daerah (BPR) kerja sama dengan fintech, boleh masuk fintech," kata Wimboh.
Kerja sama ini yang diharapkan oleh regulator agar industri semakin maju tidak saling mendisrupsi satu sama lain. Wimboh mengatakan kerja sama ini bisa dalam menghasilkan satu produk bersama.