REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Surakarta mengeluhkan keberadaan transportasi umum berbasis daring (online). Beroperasinya transportasi daring diklaim berdampak pada kerugian angkutan konvensional.
"Kerugiannya sudah tidak terhitung, yang pasti sekarang ini pengusaha angkutan konvensional banyak yang mengandangkan kendaraannya," kata Ketua Organda Kota Surakarta Joko Suprapto di Solo, Senin (23/9).
Ia menggambarkan, untuk perusahaan taksi saja yang beroperasi hanya 20-30 persen dari total armada yang dimiliki. Pihaknya juga mengeluhkan banyak aturan yang diterapkan pada angkutan konvensional namun tidak diterapkan pada transportasi online, di antaranya izin trayek, penggunaan plat kuning, dan KIR.
"Dulu juga sempat ada aturan pembatasan, bahkan diwajibkan 'driver online' harus memasang stiker khusus di kendaraannya tetapi nyatanya hari ini juga tidak berjalan dan dibiarkan," katanya.
Sementara itu, diakuinya, pascamenjamurnya keberadaan transportasi daring, saat ini banyak pengusaha angkutan konvensional yang menjalin kerja sama dengan perusahaan transportasi online. "Sebagian ada yang kerja sama dengan aplikasi online, sebagian belum. Namanya orang usaha pasti 'profit oriented'," katanya.
Meski demikian, dikatakannya, sebagian pengusaha transportasi umum tidak bisa melakukan kerja sama mengingat umur dari kendaraan yang dimiliki. "Sekarang kendaraan yang digunakan untuk transportasi online umumnya berumur 2-3 tahun, kalau taksi seperti Kosti umurnya rata-rata sudah tujuh tahun, taksi Gelora itu rata-rata enam tahun," katanya.