Selasa 24 Sep 2019 08:33 WIB

Hadapi Iran, Saudi: Perang Opsi Terakhir

Giliran Inggris yang mengaku yakin Iran sebagai dalang serangan di Aramco.

Foto satelit pada Sabtu (14/9) menunjukkan asap hitam membubung berasal dari kebakaran di fasilitas pemrosesan minyak milik perusahaan Saudi Aramco di Buqyaq, Arab Saudi.
Foto: Planet Labs Inc via AP
Foto satelit pada Sabtu (14/9) menunjukkan asap hitam membubung berasal dari kebakaran di fasilitas pemrosesan minyak milik perusahaan Saudi Aramco di Buqyaq, Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir tak menghendaki jika aksi penyerangan terhadap fasilitas minyak Saudi Aramco harus berujung pada peperangan. Kendati demikian, pihak yang berada di belakang aksi tersebut harus bertanggung jawab.

"Tidak ada yang menginginkan perang dan opsi ini harus menjadi yang terakhir," kata al-Jubeir, dilaporkan laman al-Arabiya, Senin (23/9).

Dia mengungkapkan bahwa saat ini penyelidikan terkait serangan Aramco masih dilakukan. "Tim penyelidik mengidentifikasi dari mana (serangan) diluncurkan dan konsultasi serta koordinasi tengah berlangsung antara Kerajaan (Saudi) dan sekutunya, seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris, serta sekutu di kawasan, sehubungan dengan opsi yang tersedia dan langkah-langkah yang bisa diambil," ujarnya.

Tim penyelidik terdiri atas ahli dari Saudi, PBB, dan beberapa negara lain. Menurut dia, terdapat banyak opsi untuk negaranya. "Ada penilaian terhadap opsi-opsi ini," ucap al-Jubeir.

Dia tak mengesampingkan kemungkinan Iran sebagai dalang di balik serangan terhadap fasilitas Aramco. Jika hal itu terbukti, Teheran harus bertanggung jawab. "Masyarakat internasional harus memikul tanggung jawabnya dan membuat Iran bertanggung jawab untuk hal tersebut," ujar al-Jubeir.

Menurut dia, Iran memang telah melancarkan perang terhadap Saudi sejak revolusi Ali Khomeini. "Perilaku agresif Iran terhadap kita melanggar norma serta hukum internasional," kata dia.

Pada 14 September lalu, dua fasilitas minyak milik Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais diserang 10 pesawat nirawak (drone). Serangan itu menyebabkan sebagian area pabrik terbakar.

Serangan itu dilaporkan memangkas lima persen produksi minyak dunia. Aramco diketahui merupakan perusahaan minyak milik Pemerintah Saudi yang mengalirkan pasokan terbesar ke pasar minyak dunia.

Kelompok pemberontak Houthi Yaman mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Namun, klaim itu diragukan sejumlah negara, termasuk Inggris dan AS. Mereka meyakini Iran yang melancarkan serangan itu.

photo
Menlu Kerajaan Arab Saudi Adel bin Ahmed Al Jubeir. (Antara/Rosa Panggabean)

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson meyakini Iran sebagai pihak yang mendalangi serangan terhadap fasilitas minyak Saudi Aramco pada 14 September lalu. Dia menyatakan akan bergabung dengan AS dan sekutu Eropa lainnya untuk merumuskan respons bersama atas kejadian tersebut.

"Inggris mengaitkan tanggung jawab dengan tingkat probabilitas yang sangat tinggi kepada Iran untuk serangan Aramco. Kami pikir sangat mungkin memang bahwa Iran bertanggung jawab," ujar Johnson kepada awak media dalam perjalanan menuju markas PBB di New York, AS, Senin.

"Kami akan bekerja dengan teman-teman Amerika dan Eropa kami untuk membangun respons yang mencoba mengurangi ketegangan di kawasan Teluk," kata Johnson menambahkan.

Saat ditanya apakah Inggris akan menghindari aksi militer, Johnson menyatakan akan mengamati dengan cermat proposal AS untuk berbuat lebih banyak dalam membantu membela Arab Saudi. "Jelas jika kami diminta, baik oleh Saudi maupun Amerika, untuk berperan, kami akan mempertimbangkan dengan cara apa bisa berguna," ucapnya.

Terkait mobilisasi kekuatan militer ke Saudi, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan, AS bertujuan menghindari perang dengan Iran. Ia menambahkan, pengerahan pasukan dan peralatan militer tambahan ke Arab Saudi sebagai pencegahan dan pertahanan.

"Misi kami adalah menghindari perang. Anda bisa lihat apa yang diumumkan (Menteri Pertahanan) Mark Esper hari Jumat. Kami mengerahkan pasukan tambahan ke kawasan dengan tujuan pencegahan dan pertahanan," kata Pompeo, Senin. "Jika pencegahan itu harus selalu gagal, saya juga yakin Presiden Trump akan melanjutkan mengambil langkah yang dibutuhkan," katanya.

AS sudah menerapkan sanksi baru terhadap bank sentral Iran. Pentagon juga mengerahkan pasukan dan peralatan militer tambahan untuk memperkuat pertahanan udara dan rudal Arab Saudi. n kamran dikarma/lintar satria/reuters/ap ed: yeyen rostiyani

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement