REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Demonstrasi mahasiswa yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia termasuk Jakarta, Bandung, Makassar, dan Yogyakarta turut disoroti oleh media asing. Akan tetapi, tidak semua media asing menangkap masalah penyebab demonstrasi mahasiswa tersebut.
Channel News Asia, sempat memberitakan bahwa ribuan mahasiswa memprotes aturan pelarangan seks di luar nikah. Aturan yang dimaksud tersebut adalah rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP).
Namun, Reuters pada Selasa (24/9) menulis bahwa demonstrasi mahasiswa tersebut sebenarnya bukan semata soal seks di luar nikah. Akan tetapi, hal itu disebabkan oleh RKUHP yang dianggap memecah belah.
Salah satu wujud dari pasal yang bermasalah dalam RKUHP adalah soal pemenjaraan bagi orang yang mengkritisi presiden, pengajar ideologi Marxist-Leninist, serta pidana bagi orang yang mengaborsi janin hasil dari pemerkosaan.
Perubahan RKUHP telah dimulai sejak 2015 lalu, ketika Presiden Joko Widodo mulai menjabat sebagai presiden. Saat itu, ia mengusulkan agar RKUHP yang dibuat oleh Kolonial Belanda itu diperbarui.
Sebagian masyarakat menganggap, RKUHP tersebut sarat dengan nilai-nilai keislaman. Sehingga hal itu tidak terlalu berarti bagi umat agama lain, seperti Hindu, Budha, Kristen, Prostesta, maupun Konghucu.
RKUHP tersebut juga bermasalah dalam dunia industri pariwisata. Misalnya Australia, mereka memberikan perhatian khusus bagi warganya yang hendak mengunjungi Bali, mereka takut bahwa aktivitas mereka melanggar pasal dalam KUHP. Meski demikian, Presiden Joko Widodo telah menyatakan penundaan terkait aturan tersebut.