Rabu 25 Sep 2019 15:20 WIB

Menjaga Hak Pejalan Mulai dari Kampung Sendiri

Pemilik kendaraan roda empat yang memarkirkan kendaraannya sembarangan kian banyak.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Suasana sekitaran RT 13, RW 41, Jalan Pogung Rejo, Padukuhan  Pogung Kidul, Kelurahan Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, DIY,  Ahad (15/9).
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Suasana sekitaran RT 13, RW 41, Jalan Pogung Rejo, Padukuhan Pogung Kidul, Kelurahan Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, DIY, Ahad (15/9).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pengendara roda empat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang merupakan Kota Pelajar dan Kota Pariwisata memang semakin banyak. Akibatnya, banyak ruas-ruas milik pejalan kaki yang terampas.

Hal itu terjadi karena sisi-sisi jalan banyak dialihfungsikan jadi tempat parkir. Tidak cuma di sisi-sisi jalan besar atau jalan raya, tempat parkir dadakan banyak terlihat di jalan-jalan kecil.

Jika jalan-jalan kecil itu masih kategori perumahan besar, tentu tidak begitu terasa gangguan yang diakibatkan tempat parkir liar tersebut. Sebab, antrean kendaraan terjadi pada jam-jam tertentu.

Tapi, beberapa tahun terakhir, perilaku pemilik kendaraan roda empat yang memarkirkan kendaraannya secara sembarang semakin banyak. Utamanya, di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

Sebagian besar diparkir di jalan-jalan yang ada di samping rumah mereka. Uniknya, seperti sudah membudaya, cukup banyak masyarakat yang seakan-akan tidak merasa itu perbuatan yang salah.

Justru, mereka merasa jalan-jalan samping atau depan rumah mereka merupakan lahan mereka. Padahal, tentu saja sudah jelas perbuatan itu tidak dibenarkan karena itu merupakan jalan-jalan umum.

Akibatnya, di kampung-kampung yang jalannya tidak terlalu besar, antrean kendaraan yang ingin melintas semakin sering terlihat. Bahkan, tidak jarang, mengganggu aktivitas masyarakat itu sendiri.

RT 13, RW 41, Jalan Pogung Rejo, Padukuhan Pogung Kidul, Kelurahan Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, DIY, punya cara unik menjaga hak pejalan tersebut. Walaupun, caranya terbilang sederhana.

Mereka menempelkan banner berisi peringatan ke sejumlah titik. Meski berisi peringatan, kalimat yang digunakan terbilang santai dan tidak menampakkan caci maki, sehingga tidak mengganggu yang membaca.

"Siapkan garasinya dulu sebelum beli mobil, jalan kampung adalah milik warga bro, bukan garasi mobil pribadimu, jangan rampas hak jalan untuk orang lain," tulis banner berukuran sekitar 1x3 meter tersebut.

Bahkan, banner-banner itu banyak mengundang senyum setiap orang yang kebetulan melintas dan meihatnya. Tidak sedikit yang mengabadikannya melalui lensa ponsel, bahkan mengunggahnya ke media-media sosial.

Banyaknya banner-banner yang sebagian besar ditempelkan ke pagar rumah itu tampak cukup efektif mencegah masyarakat memarkirkan mobil sembarangan. Walaupun, tampak belum efektif 100 persen.

Tapi, dari jalan-jalan yang sebagian besar berukuran dua lajur kecil itu tampak sudah cukup sedikit masyarakat yang masih membandel. Dampak positif lainnya pemandangan sekitar memang terasa lebih luas.

Apalagi, tidak sedikit pula rumah yang menyewakan kos-kosan di sana. Hal itu membuat pada jam-jam tertentu, yang tadinya banyak kendaraan diparkir sembarangan, dan kini sudah cukup berkurang.

"Tadinya, kalau habis Maghrib gitu apa habis Isya, banyak mobil-mobil yang diparkir di jalan aja, sekarang lumayan," ujar Nurul, seorang penghuni kos yang ditemui di salah satu angkringan di Pogung Rejo.

Meski begitu, di titik-titik tertentu dan pada waktu-waktu tertentu, memang masih banyak terlihat kendaraan yang sembarang diparkirkan. Salah satunya, di sekitar Masjid Al Ashri sekitar waktu shalat.

Selain itu, sekitar rumah makan padang Palanta, ketika menjelang waktu makan siang. Namun, keduanya memang ada di ujung-ujung kampung dan kepadatan kendaraan tampak berkurang di jalan-jalan lebih dalam. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement