Kamis 26 Sep 2019 00:03 WIB

Likud Dapat Tambahan Kursi

Koalisi partai Arab Joint List menjadi kekuatan terbesar ketiga di parlemen.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Ani Nursalikah
Seorang perempuan memberikan suaranya dalam pemilihan (pemilu) putaran kedua di kota Arab Kfar Manda, Israel, Selasa (17/9).
Foto: AP Photo/Ariel Schalit
Seorang perempuan memberikan suaranya dalam pemilihan (pemilu) putaran kedua di kota Arab Kfar Manda, Israel, Selasa (17/9).

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Komite Pemilihan Israel menerbitkan hasil akhir dari pemilihan yang telah dilakukan pekan lalu, Rabu (25/9). Hasil yang diumumkan menunjukkan penambahan kursi bagi partai sayap kanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Likud.

Hasil akhir dari pemungutan suara pada 17 September memberikan 32 kursi untuk Likud. Jumlah tersebut masih dibawah dari perolehan Benny Gantz dengan Partai Blue and White sebanyak 33 kursi di parlemen dengan total 120 kursi.

Baca Juga

Kedua pihak sedang dalam proses mencoba menegosiasikan koalisi untuk bersatu. Presiden Israel Reuven Rivlin memiliki waktu satu pekan untuk menunjuk seseorang membentuk pemerintahan.

Kursi tambahan Likud datang dengan mengorbankan salah satu partai Yahudi ultra-ortodoks Israel, United Torah Judaism, yang sekarang memiliki tujuh kursi. Partai-partai Arab Israel yang telah berkoalisi menjadi Joint List menjadi kekuatan terbesar ketiga di parlemen dengan 13 kursi.

Netanyahu telah menerima dukungan dari 55 anggota parlemen untuk menjadi perdana menteri, sementara Gantz telah menerima 54. Belum ada kelanjutan yang lebih jelas terhadap koalisi yang lebih besar.

Rivlin, yang secara resmi akan menerima hasil pada Rabu malam, sangat bergantung pada Gantz dan Netanyahu untuk menyusun koalisi persatuan. Hal ini telah didorong sejak dalam pertemuan bersama pada hari Senin (23/9).

Dikutip dari Arab News, Rivlin akan menjadi tuan rumah bagi keduanya untuk pertemuan lanjutan pada Rabu malam. Pengaturan rotasi mengambang, tetapi, pertanyaan tentang siapa yang akan menjadi perdana menteri tetap merupakan batu sandungan utama.

Waktu penentuan menjadi sangat penting bagi Netanyahu. Hal tersebut mengingat dia sedang menghadapi kemungkinan tuduhan korupsi dalam beberapa pekan ke depan sambil menunggu sidang pada awal Oktober.

Seorang perdana menteri tidak harus mundur jika didakwa, hanya jika terpidana dengan semua kesempatan banding telah habis. Sementara menteri lain dapat dipaksa untuk mundur ketika telah didakwa.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement