REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis lebih dari 900 ribu orang menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) hingga Rabu (25/9) akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang tengah terjadi di enam provinsi.
"Asap yang pekat menyebabkan sedikitnya ada 919.516 orang yang menderita ISPA. Jumlah itu tersebar di enam provinsi, yaitu Riau, Sumatra Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan,” kata Plt. Kepala Pusat Data Informasi dan Data dan Indorenasiai BNPB Agus Wibowo di diskusi FMB 9 bertema Penanganan Kesehatan, Pendidikan, dan Sosial Bencana Karhutla, di Jakarta, Rabu (25/9).
Dari data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), ia menyebutkan total sebanyak 275.793 orang penderita ISPA di Riau. Lalu, kata dia, sebanyak 63.554 penderita di Jambi, 291.807 penderita di Sumatra Selatan, 180.695 penderita di Kalimantan Barat, 40.374 penderita di Kalsel, dan 67.293 penderita di Kalimantan Tengah.
Angka total tersebut, menurut Agus, sangat mungkin bertambah mengingat kepekatan asap semakin bertambah. Ancaman kesehatan akibat karhutla memang menjadi persoalan serius di bidang kesehatan.
Sementara itu, Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, Ahmad Yurianto menambahkan, pihaknya dan Dinas Kesehatan di daerah sebenarnya telah mengantisipasi masalah ini dengan memiliki buffer stock sesuai kebutuhan daerahnya dan disiapkan selama enam bulan.
"Jadi buffer stock berjalan," ujarnya.
Selain itu, pihaknya meminta dinas kesehatan mengaktifkan jaring komunikasi dengan fasilitas kesehatan seperti pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), pos pelayanan terpadu (posyandu), puskesmas pembantu (pustu) lewat layanan nomor 119.
Pihaknya juga mengusulkan salah satu teknologi tepat guna pemasangan kain dakron basah. Ia mengaku, teknologi ini pernah dimanfaatkan pada 2017 untuk kasus yang sama. Dua tahun lalu, ia menyebut Kemenkes pernah kerja sama dengan Institut Teknologi Bandung membangun save community pada masyarakat salah satunya menciptakan teknologi tepat guna sederhana berupa pemasangan kain dakron yang dibasahi dan dilengkapi demgan exhaused fan.
"Setelah diuji coba di beberapa sekolah dan dilakukan pengukuran ISPU di dalam dan di luar kelas, ternyata udara lebih baik di dalam kelas karena terpasang kain dakron. Saat itu Indeks Standar Pejcemar Udara (ISPU) sampai 200 dan di dalam hanya 80," ujarnya.