REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan aksi demonstrasi mahasiswa dan sejumlah elemen masyarakat baru-baru ini harus dipahami sebagai alarm bagi pemerintah dab DPR. Dirinya melihat daya kritis masyarakat tidak boleh kembali tumpul dengan adanya sikap pemerintah yang cenderung antikritik.
''Geliat ini sudah harus dilihat sebagai alarm bagi pemerintah dan DPR agar sensitif terhadap kritik dan aspirasi publik. Di satu sisi, ini gejala baik. Seperti misalnya mahasiswa mulai kritis dan punya isu yang jelas. Di sisi lain gerakan ini masih mungkin diprematurkan, dimanipulasi," ujar Khairul saat dikonfirmasi Republika, Kamis (26/9).
Elemen mahasiswa, lanjut dia, memiliki kesadaran yang baik dengan mengkritisi isu-isu yang melibatkan masyarakat luas, bukan isu politik identitas seperti yang marak pada pemilu. Sehingga, dia pun mengharapkan sikap kritis seperti ini harus dijaga agar tetap kuat.
"Saya kira justru kewaspadaan itu nantinya jangan sampai menumpulkan kembali daya kritis masyarakat. Kekritisan yang saat ini sudah tampak, harus dijaga agar tetap kuat. Mengingat indikasi melemahnya kemampuan pengawasan parlemen, menguatnya tekanan oligarkis, dan maraknya opini dangkal 'intelektual' medioker," tambah Khairul.
Sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M Nasir melihat ada penunggang gelap dalam sebagian aksi mahasiswa beberapa hari terakhir. Meski begitu, ia tidak bisa memastikan siapa dengan motif apa oknum-oknum tersebut menungganggi aksi mahasiswa yang menolak revisi Undang-Undang KPK dan sejumlah rancangan UU lainnya.
"Kalau saya lihat ada sebagian yang murni, ada yang sebagian ditunggangi, nggak jelas ini, karena ikut campur di dalamnya. Saya perhatikan betul, saya monitoring sejak sebelum persiapan," jelas Nasir usai bertemu Presiden Jokowi, Kamis (26/9).