REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT — Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengecam Amerika Serikat (AS) atas kebijakan Timur Tengah yang ditetapkan negara itu. Menurutnya, kebijakan yang dibuat oleh Negeri Paman Sam akan semakin menurunkan harapan terhadap perdamaian, serta membahayakan solusi dua negara.
“Kebijakan AS telah membuat Pemerintah Israel semakin berani untuk mengingkari semua perjanjian yang ditandatangani dengan kami, serta komitmen terhadap perdamaian, hingga mendorong segmen besar rakyat Palestina untuk kehilangan harapan dalam waktu yang lama menunggu perdamaian,” ujar Abbas dalam pernyataan di Debat Umum Majelis Umum PBB dilansir China.org, Jumat (27/9).
Abbas mengatakan saat ini solusi dua negara menjadi sesuatu hal yang hampir tidak mungkin dicapai. Ia menilai bahwa solusi satu negara tak akan membuat orang-orang di dalamnya dapat hidup secara setara.
“Saya tidak akan menerima solusi satu negara dan apartheid. Kami menginginkan solusi dua negara berdasarkan legitimasi internasional,” ujar Abbas.
Melalui solusi dua negara, Palestina akan menjadi sebuah negara merdeka dan memiliki teritori di wilayah-wilayah yang menjadi sengketa dengan Israel, yaitu Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur. Kedua pihak akan hidup berdampingan, di mana hal ini didukung oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bersama sejumlah negara-negara Arab, Uni Eropa, Rusia, serta AS.
Meski demikian, Israel justru menetapkan kebijakan pembangunan permukiman Yahudi di sejumlah wilayah tersebut setelah perang pada 1967 lalu. Pihaknya juga secara jelas menginginkan Palestina tidak pernah berdiri sebagai sebuah negara merdeka dan hanya menjadi daerah otonomi di bawah administrasi mereka.
Karena itu, PBB juga telah mengeluarkan resolusi yang menentang pembangunan permukiman oleh Israel di wilayah konflik dengan Palestina. Resolusi tersebut diadopsi untuk pertama kalinya pada 1979 lalu.
Abbas mengecam serangkaian tindakan yang diambil Pemerintah AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump saat ini mengenai konflik Israel - Palestina. Ia juga mengatakan bahwa sangat disayangkan bahwa AS sebagai anggota tetap Dewan Keamanan tidak mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional dan menegakkan resolusi PBB. Sebaliknya, negara adidaya itu justru mendukung agresi Israel terhadap Palestina, mengingkari kewajiban politik, hukum, dan moral.
“Pemerintah AS telah melakukan langkah-langkah yang sangat agresif dan melanggar hukum, menyatakan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan memindahkan kedutaannya di sana, sebagai provokasi terang-terangan kepada ratusan juta umat Muslim dan Kristen, yang bagi mereka Yerusalem adalah lokasi yang penting dalam agama mereka,” kata Abbas.
Terlepas dari berbagai langkah yang dilakukan AS bersama Israel, Abbas mengatakan Yerusalem akan tetap selamanya menjadi Ibu Kota Palestina. Beberapa waktu lalu, pemerintah negara itu diketahui memutuskan untuk menutup perwakilan dari Organisasi Pembebasan Palestina di Ibu Kota Washington, dan menghentikan semua kontribusinya bagi UNRWA, badan PBB untuk para pengungsi Palestina.
AS juga membuat apa yang disebut sebagai ‘kesepakatan abad ini’ yang merupakan sebuah solusi ekonomi dan sosial dengan tujuan untuk perdamaian Israel dan Palestina. Namun, kesepakatan ini ditolak secara tegas oleh Palestina yang merasa bahwa AS secara jelas memiliki kebijakan yang mendukung Israel.
Seminggu sebelum pemilihan Israel beberapa waktu lalu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan jika ia menang dalam pemilihan, maka ia akan mencaplok dan menerapkan kedaulatan Israel ke Lembah Yordan, Laut Mati, dan pemukiman Israel, terlepas dari semua daerah tersebut berada di wilayah Palestina.
"Kami menolak sepenuhnya rencana ini. Jika ada Pemerintah Israel yang melanjutkan rencana ini, semua perjanjian yang ditandatangani dan segala kewajiban di dalamnya akan dihentikan,” kata Abbas.
Abbas menegaskan bahwa adalah hak Palestina untuk mempertahankan hak-hak dengan segala cara yang mungkin, terlepas dari konsekuensinya. Namun, ia memastika akan tetap berkomitmen pada hukum internasional dan memerangi terorisme.
“Dan tangan kami akan tetap diulurkan untuk perdamaian melalui negosiasi," kata Abbas menambahkan.