Sabtu 28 Sep 2019 13:44 WIB

BEM Jakarta: Ada Manajemen Aksi yang tak Terkontrol Ricuh

Semua buyar saat petugas kepolisian menembakkan gas air mata untuk meredam kericuhan

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andi Nur Aminah
Perwakilan BEM Jakarta, Andi Prayoga usai menghadiri sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9).
Foto: Nawir Arsyad Akbar/Republika
Perwakilan BEM Jakarta, Andi Prayoga usai menghadiri sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kericuhan terjadi pada aksi tolak RKUHP dan UU KPK yang diinisiasi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) pada Selasa (24/9). Perwakilan BEM Jakarta, Andi Prayoga menyebut saat kericuhan terjadi, manajemen aksi saat itu sudah tak terkontrol.

"Manajemen aksi ketika chaos itu memang sudah tak tekontrol, massa yang begitu banyak dengan tembakan gas air mata, jadi kita sudah terkocar-kacir," ujar Andi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9).

Baca Juga

Ia menegaskan, sebelum kericuhan terjadi aksi berlangsung dengan baik dan terkontrol. Namun, semua buyar saat petugas kepolisian menembakkan gas air mata untuk meredam kericuhan.

Saat itu, sejumlah koordinator mahasiswa telah mengintruksikan massa untuk tenang dan kondusif. Namun, karena banyaknya mahasiswa yang terpecah, membuat situasi saat itu diakuinya menjadi tak terkontrol.

"Memang kondisinya sudah tak memungkinkan untuk kita membangun komunikasi dengan kepolisian, karena kita dipukul mundur oleh kepolisan dengan gas air mata itu," ujar Andi.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno juga menilai bahwa ada manajemen aksi yang kurang baik dari aliansi mahasiswa. Salah satunya dengan tidak diprediksinya jumlah massa yang hadir di depan Gedung DPR, Jakarta.

Pada saat seperti itulah, massa mahasiswa rentan disusupi oleh oknum-oknum yang memiliki tujuan lain. Ditambah, sejumlah Ketua BEM dari perguruan tinggi justru tak hadir dalam kericuhan tersebut, karena diundang dalam acara di salah satu televisi swasta.

"Itu artinya presiden mahasiswa tidak mengidentifikasi jumlah massa yang ikut. Seharusnya korlap melakukan hal itu, agar tidak disusupi, tidak direcoki," ujar Adi.

Maka dari itu, ia mengimbau kepada koordinator mahasiswa untuk mengkonsolidasikan massa terlebih dahulu sebelum menggelar aksi. Karena, ia menilai aksi mahasiswa pada 24 dan 25 September, tidak memiliki tuntutan yang jelas dan terfragmentasi dengan kepentingan lain.

"Ingat, kalau gerakan BEM ini tidak terkonsolidasi dengan baik, rentan para penyusup dan perusuh akan datang," ujar Adi.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement