REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendorong pemerintah daerah (pemda) mengeluarkan kebijakan dalam mengatasi persoalan sampah plastik. Hal ini dikatakan Deputi Direktur Barang dan Kemasan, Direktorat Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), KLHK, Ujang Solihin Sidik, di sela-sela kegiatan LIA Ecofest 2019 di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat (Jabar), Ahad (29/9).
Ujang menyebut terdapat satu provinsi yakni Bali dan 19 kabupaten dan kota di Indonesia yang sudah mengeluarkan kebijakan melarang penggunaan plastik sekali pakai. Ujang mengajak pemda-pemda lain di Indonesia mengeluarkan kebijakan serupa guna menekan tingginya penggunaan plastik sekali pakai di Indonesia.
"Kami mendorong pemda-pemda keluarkan kebijakan itu, karena urusan sampah sebetulnya urusan wajib pemda. Pemerintah Pusat posisinya hanya mendukung dan fasilitasi," ujar Ujang.
Sebab, salah satu komponen penting dalam penggunaan plastik sekali pakai ada di pasar-pasar tradisional yang berada di bawah kewenangan pemda masing-masing. Ujang mendorong pemda mencontoh kebijakan Pemerintah Kota Banjarmasin di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) yang sejak 2016 telah melarang penggunaan kantong plastik di toko modern.
"(Banjarmasin) tahun ini uji coba (larangan plastik) di pasar tradisional, artinya bertahap, pasar tradisional hubungannya dengan rakyat langsung, kita harus hati-hati pendekatannya berbeda dengan (ritel) modern," ucap Ujang.
Meski kebijakan langsung berada di tangan pemda, lanjut Ujang, pemerintah pusat melalui KLHK juga memberikan dukungan penuh kepada pemda. Saat ini, pemerintah sedang menyusun peta jalan soal sampah plastik, di mana salah satunya ingin adanya barang pengganti dari plastik yang lebih ramah lingkungan.
"Kita ada insentif. Mulai 2018, pemda yang sudah berhasil kurangi sampah plastik, kita beri dana insentif yang dikeluarkan Kemenkeu atas rekomendasi KLHK, rata-rata Rp 10 miliar," kata Ujang menambahkan.