Senin 30 Sep 2019 06:15 WIB

Mahasiswa dan Pelajar Dicegah Ikut Unjuk Rasa

Mendikbud melarang mahasiwa dan pelajar berdemonstrasi

Mahasiswa UIN berdemontrasi, Senin (22/9/2019).
Foto: Ahmad Danial
Mahasiswa UIN berdemontrasi, Senin (22/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy meminta kepala daerah dan Dinas Pendidikan mencegah para pelajar mengikuti aksi unjuk rasa. Instruksi Mendikbud itu langsung ditindaklanjuti pemerintah daerah dengan mengeluarkan surat edaran kepada sekolah-sekolah.

Perintah untuk mencegah pelajar mengikuti aksi unjuk rasa disampaikan Mendikbud melalui Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2019 tertanggal 27 September 2019 tentang Pencegahan Keterlibatan Peserta Didik dalam Aksi Unjuk Rasa Berpotensi Kekerasan. Dinas Pendidikan daerah dengan cepat menindaklanjuti instruksi Mendikbud karena di media sosial beredar ajakan dan undangan kepada mahasiswa dan pelajar untuk kembali berdemonstrasi pada Senin (30/9).

"Saya ingin mengingatkan peserta didik kita, siswa kita harus kita lindungi dari berbagai macam tindak kekerasan atau berada di dalam lingkungan di mana ada kemungkinan mengancam jiwa yang bersangkutan," kata Muhadjir, Sabtu (28/9).

Sebelumnya, aksi menolak sejumlah rancangan undang-undang (RUU) kontroversial tak hanya dilakukan mahasiswa. Para pelajar sekolah menengah kejuruan (SMK) turut melakukan aksi di depan gedung DPR/MPR pada Rabu (25/9). Aksi itu diwarnai kericuhan.

Selain melarang, Presiden Joko Widodo juga belum bertemu mahasiswa sesuai dengan yang pernah disampaikan istana, pekan lalu. Pertemuan tersebut terkait dengan tuntutan mahasiswa-pelajar soal UU KPK yang harus dicabut serta revisi RUU KUHP dan sejumlah RUU hukum yang isinya dianggap kontroversial. Pemerintah sudah membatalkan RUU tersebut, tetapi mahasiswa dan pegiat antikorupsi terus mendesak agar pembahasan lebih transparan dan melibatkan publik.

Muhadjir kemudian meminta kepala daerah beserta segenap jajaran, khususnya kepala Dinas Pendidikan, melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganan agar tak ada lagi siswa yang ikut berdemonstrasi.

Langkah pertama adalah memastikan pengawas sekolah, kepala sekolah, dan guru untuk memantau, mengawasi, serta menjaga keamanan dan keselamatan peserta didik di dalam dan di luar lingkungan sekolah. Selain itu, pihak-pihak terkait perlu menjalin kerja sama dengan orang tua atau wali murid untuk memastikan putra dan putrinya mengikuti proses pembelajaran sesuai dengan ketentuan.

"Siswa masih menjadi tanggung jawab guru dan orang tua karena, menurut undang-undang, statusnya masih sebagai warga negara yang dilindungi, belum dewasa, belum bisa mengambil keputusannya sendiri," kata Muhadjir.

Ia juga meminta kepala sekolah dan guru membangun komunikasi yang harmonis dengan peserta didik. Selain itu, ia mendorong pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang dapat menyalurkan pemikiran kritis, bakat, dan kreativitas peserta didik masing-masing.

Apabila ada peserta didik yang terlibat, Muhadjir meminta pemerintah daerah memberikan pendampingan dan pembinaan. "Pendidikan tidak main sanksi. Kalau pemberian sanksi, namanya bukan pendidikan," tutur dia.

Surat edaran itu dibuat dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Pasal 15 ayat (4) beleid tersebut menyatakan, setiap anak didukung untuk mendapatkan perlindungan dari pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan.

Selain itu, Peraturan Mendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Di dalam pasal 8 ayat (1) huruf c dinyatakan bahwa satuan pendidikan wajib menjamin keamanan, keselamatan, dan kenyamanan bagi peserta didik dalam pelaksanaan kegiatan atau pembelajaran di sekolah maupun kegiatan sekolah di luar satuan pendidikan.

Peraturan lainnya yang digunakan untuk mengeluarkan pencegahan siswa mengikuti aksi unjuk rasa adalah Peraturan Mendikbud Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam pasal 8 ayat (1) huruf a dan huruf b dinyatakan, pihak keluarga berperan mencegah peserta didik dari perbuatan yang melanggar peraturan satuan pendidikan dan/atau yang mengganggu ketertiban umum dan mencegah terjadinya tindak anarkistis dan/atau perkelahian yang melibatkan pelajar.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung telah menerbitkan surat instruksi kepada seluruh sekolah untuk mencegah peserta didik mengikuti aksi unjuk rasa. Kepala Disdikbud Lampung Sulpakar mengatakan, surat instruksi larangan berdemo tersebut menindaklanjuti surat edaran Mendikbud. “Kita sudah minta sekolah untuk mencegah,” kata Sulpakar.

Surat instruksi dari Disdikbud Lampung tersebut ditujukan kepada kepala cabang dinas, pengawas sekolah, kepala sekolah SMA/SMK se-Provinsi Lampung, termasuk ketua MKKS SMA/SMK. Sulpakar mengatakan, surat tersebut terbit setelah adanya siswa yang berunjuk rasa mengarah pada kekerasan dan konflik. Selain itu, adanya gangguan keamanan yang dapat membahayakan siswa dan orang lain.

"Para kepala sekolah dan guru diminta memantau kegiatan siswa di sekolah dan di luar sekolah," katanya.

Disdikbud Lampung juga mengingatkan para orang tua dan wali siswa untuk membantu sekolah tetap menjaga anak didik dalam lingkungan belajar, membangun komunikasi dengan anaknya. Bantuan dari orang tua dan wali siswa, kata dia, sangat diharapkan untuk melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di sekolah dan di rumah.

Nadhira, seorang siswi SMA di Lampung, mengaku tak tertarik mengikuti aksi unjuk rasa. “Saya lebih baik fokus belajar untuk UN saja dan persiapan masuk perguruan tinggi negeri,” kata siswi kelas 12 tersebut.

Upaya pencegahan juga dilakukan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Gubernur Sulsel HM Nurdin Abdullah bahkan mengaku menyiapkan sanksi bagi kepala sekolah di wilayah itu yang mengizinkan siswa melakukan demonstrasi menolak sejumlah rancangan undang-undang (RUU) yang belakangan diperdebatkan. \"Kita sudah sampaikan kepada kepala sekolah, pasti kita akan berikan sanksi. Untuk sanksi, tentunya kita berikan kepada kepala sekolahnya," ujar dia, Ahad (29/9).

Mantan bupati Bantaeng dua periode itu menjelaskan, tugas utama siswa adalah belajar. Hal itu, kata dia, harus menjadi fokus bagi pihak sekolah agar siswa bisa melakukannya. Ia juga meminta para kepala sekolah di daerah bahu-membahu dan merapatkan barisan untuk menjamin proses belajar-mengajar di sekolah masing-masing berjalan secara normal.

"Itu tugas kepala sekolah untuk menjaga anak-anak didiknya. Apa kepentingan mereka (pelajar ikut-ikutan berdemo)? Anak-anak kita harus benar-benar belajar,\" katanya. Nurdin telah mengumpulkan para pimpinan perguruan tinggi dan kepala sekolah di Makassar dalam upaya meredam aksi demonstrasi yang sudah berlangsung sepekan terakhir ini. n mursalin yasland/antara ed: satria kartika yudha

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement