Senin 30 Sep 2019 06:33 WIB

Muhammadiyah: Demonstrasi Legal dalam Demokrasi

Ungkap Pelaku Penembakan Dua Mahasiswa UHO Kendari

Sejumlah mahasiswa yang ditahan pascaaksi demontrasi DPR diperlihatkan kepada wartawan sebelum dibebaskan di Polda Metrojaya,Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Foto: ANTARA FOTO
Sejumlah mahasiswa yang ditahan pascaaksi demontrasi DPR diperlihatkan kepada wartawan sebelum dibebaskan di Polda Metrojaya,Jakarta, Kamis (26/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir meminta pihak berwajib menemukan pelaku penembakan yang menyebabkan dua mahasiswa meninggal dunia dalam aksi demonstrasi di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (26/9). Kedua korban jiwa itu merupakan mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari.

Nasir berharap pihak kepolisian menginvestigasi secara detail penyebab timbulnya korban jiwa. Ia juga meminta hasil investigasi disampaikan secara terbuka. "Jangan sampai ada korban dalam berdemokrasi di Indonesia," kata Nasir saat kunjungan kerja di Semarang, Jawa Tengah, Ahad (29/9).

Randi (21 tahun), mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan UHO, dinyatakan meninggal dunia akibat luka tembak di dada sebelah kanan. Sementara itu, korban Muh Yusuf Kardawi (19) dari universitas yang sama meninggal dunia setelah menjalani operasi akibat luka serius di bagian kepala di RSUD Bhateramas pada Jumat (27/9) sekitar 04.00 WITA. "Mahasiswa yang kemarin menjadi korban di Kendari, saya mengucapkan belasungkawa," ujar Nasir.

Nasir mengajak mahasiswa untuk mengedepankan diskusi dalam menyampaikan aspirasi. Ia mengatakan, Kemenristekdikti akan memfasilitasi diskusi untuk membahas rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP) di Semarang pada 2 Oktober 2019.

"Ada kupas tuntas tentang RKUHP yang diselenggarakan di Semarang untuk perguruan tinggi se-Jawa Tengah," kata Nasir.

Nasir berharap mahasiswa memanfaatkan forum tersebut untuk mencurahkan pandangan dan masukannya. Dengan begitu, Nasir melanjutkan, mahasiswa dapat menyalurkan aspirasinya secara tertib dan tidak menimbulkan tindakan yang mengganggu kenyamanan masyarakat. "Kita berdemokrasi yang baik. Mari kita berdiskusi dengan baik dan kami akan fasilitasi," tutur Nasir.

PP Muhammadiyah menyampaikan pernyataan sikap atas situasi yang berkembang di Tanah Air, khususnya terkait aksi-aksi mahasiswa dan masyarakat yang terjadi di berbagai daerah belakangan ini.

Sebagian besar menyampaikan aspirasi terkait revisi UU KPK, RKUHP, RUU P-KS, dan RUU pertanahan. Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan keprihatinan mendalam kepada mereka yang meninggal dunia dan mengalami luka-luka.

"Terhadap para korban hendaknya pemerintah memberikan santunan sosial yang sebaik-baiknya," kata Haedar, akhir pekan lalu.

Haedar menyayangkan sikap aparat keamanan yang cenderung represif dan kurang mengedepankan pendekatan persuasif. Ia pun mendesak kepolisian menginvestigasi jatuhnya korban jiwa dalam aksi unjuk rasa. Investigasi harus dilakukan secara objektif dan terbuka. Hukum yang tegas harus diberlakukan terhadap siapa pun yang terbukti bersalah.

Haedar menambahkan, demonstrasi merupakan tindakan legal sebagai bentuk demokrasi. Namun, ia mengingatkan agar aksi dilakukan sesuai peraturan yang berlaku, tertib, damai, dan berkeadaban. "Harus dihindari pula aksi-aksi yang menjurus anarki dan tidak bertanggung jawab."

Muhammadiyah juga mengimbau semua pihak menahan diri dan menciptakan situasi yang kondusif. Caranya, menurut dia, dengan tidak menyebarkan berita keliru, penyesatan informasi, hoaks, dan provokatif.

Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia Komjen Ari Dono Sukmanto mengatakan, tim gabungan yang dibentuk untuk menginvestigasi insiden kematian dua orang mahasiswa melibatkan Ombudsman. "Proses investigasi juga akan dilakukan secara profesional dan transparan ke publik," kata Ari Dono di Kendari, Sabtu (29/9).

Sejauh ini, menurut dia, investigasi yang dilakukan baru melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Selain itu, semua jenis senjata yang digunakan personel kepolisian saat pengamanan ditarik di DPRD Sultra.

Kepolisian dalam menangani unjuk rasa telah dilarang menggunakan senjata kecuali tameng, tongkat polisi, dan gas air mata. "Karena ada temuan selongsong peluru maka perlu diperiksa, termasuk polisi yang ditugaskan. Perlu kita data senjata apa saja yang dibagi, amunisinya berapa untuk diteliti," katanya. Tim investigasi disebut sudah mengantongi data hasil autopsi dan rekam medis dari kedua jenazah untuk dicocokkan. n wahyu suryana/antara ed: satria kartika yudha

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement