Senin 30 Sep 2019 08:40 WIB

Ekonom: Sukuk Tabungan Tetap Jadi Favorit Investor

Sukuk tabungan juga masih menjadi instrumen pembiayaan APBN yang dipilih pemerintah.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Nasabah melihat informasi Sukuk Tabungan Seri ST003 melalui website Mandiri Syariah di Jakarta, Kamis (7/1).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Nasabah melihat informasi Sukuk Tabungan Seri ST003 melalui website Mandiri Syariah di Jakarta, Kamis (7/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi syariah dari Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI, Azis Budi Setiawan memprediksi, sukuk tabungan (ST) tetap menjadi instrumen investasi favorit dan menarik pada tahun depan. Baik dari sisi pemerintah ataupun masyarakat Indonesia sebagai investor.

Bagi calon investor, Azis mengatakan, daya tarik terbesar ST terletak pada return yang lebih tinggi dibanding dengan imbal hasil deposito. Terlebih, pemerintah menjadi pihak yang menerbitkan instrumen.

Baca Juga

"Masyarakat jadi percaya dan memandangnya sebagai instrumen dengan risiko cenderung rendah," ucapnya kepada Republika, akhir pekan kemarin.

Azis mengakui, imbal hasil yang ditawarkan dari tiap sukuk semakin menurun. Pada seri ST-003 yang diterbitkan awal tahun, kuponnya adalah 8,55 persen. Sedangkan, pada ST-004 (April) dan ST-005 (Agustus), tingkat imbal hasil masing-masingnya adalah 8,15 persen dan 7,95 persen.

Tapi, ia menilai, besaran yang ditawarkan pemerintah masih di atas deposito ataupun inflasi, sehingga masih menarik bagi investor.

Di sisi lain, Azis menambahkan, ST juga tetap akan menarik bagi pemerintah. Instrumen ini memiliki risiko politik yang lebih rendah mengingat sifatnya sebagai instrumen investasi berbasis syariah. "ST memiliki persepsi yang dianggap lebih ‘soft’ dibanding dengan Surat Berharga Negara (SBN) ritel konvensional," katanya.

Dengan daya tarik ini, Azis menuturkan, tidak menutup kemungkinan apabila porsi penerbitan ST pada tahun depan akan lebih banyak dibandingkan tahun ini. Sepanjang 2019, Kemenkeu sudah menerbitkan ST empat kali, sebanding dengan penerbitan SBR.

Azis menambahkan, proyeksi tersebut seiring dengan kebutuhan pemerintah terhadap pembiayaan pemerintah di tahun depan. Baik itu untuk proyek pembangunan infrastruktur ataupun pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi fokus pemerintah pada 2020. "Secara umum, SBN ritel masih tetap favorit pemerintah," tuturnya.

Sepanjang 2019, pemerintah berencana menerbitkan 10 SBN ritel. Sampai dengan September, delapan SBN ritel sudah ditawarkan dan dibeli masyarakat. Realiasi total volume pemesanan pembelian instrumen investasi ini adalah Rp 40,1 triliun.

Terbaru, pemerintah baru menyelesaikan masa penawaran SBR-008, instrumen SBR terakhir yang diterbitkan tahun ini. Selama dua pekan masa penawaran, total pemesanan pembelian SBR008 adalah Rp 1,89 triliun yang berasal dari 10.219 investor.

Sementara itu, ST yang terakhir ditawarkan adalah seri ST005 pada Agustus. Total volume pemesanan pembelian ST005 yang ditetapkan mencapai Rp 1,96 triliun dengan jumlah investor sebanyak 10.029 orang. Pada 6-20 November, pemerintah akan menerbitkan ST006 yang menjadi ST dan SBN ritel terakhir tahun ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement