Rabu 02 Oct 2019 12:16 WIB

Penanganan Sampah Plastik Laut Indonesia Dapat Apresiasi

Diperlukan mekanisme untuk mengolaborasikan laporan limbah laut.

Komitmen Indonesia dalam mengatasi sampah plastik di laut yang salah satunya ditunjukan dengan adanya Aksi Nasional Gerakan Bersih Laut dan Pantai pada 12 September 2019 lalu, mendapatkan apresiasi dalam pertemuan The 12th Cooperation Forum (CF) di Semarang Jawa Tengah, kemarin (1/10).
Foto: Foto: Humas Ditjen Hubla
Komitmen Indonesia dalam mengatasi sampah plastik di laut yang salah satunya ditunjukan dengan adanya Aksi Nasional Gerakan Bersih Laut dan Pantai pada 12 September 2019 lalu, mendapatkan apresiasi dalam pertemuan The 12th Cooperation Forum (CF) di Semarang Jawa Tengah, kemarin (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Komitmen Indonesia dalam mengatasi sampah plastik di laut yang salah satunya ditunjukan dengan adanya Aksi Nasional Gerakan Bersih Laut dan Pantai pada 12 September 2019 lalu, mendapatkan apresiasi dalam pertemuan The 12th Cooperation Forum (CF) di Semarang Jawa Tengah, kemarin (1/10).

Pada kesempatan dimaksud Indonesia menyampaikan bahwa aksi Nasional Gerakan Bersih Laut dan Pantai juga tercatat oleh Museum Rekor Indonesia (MURI)  sebagai rekor dunia dalam pelaksanaan gerakan bersih laut dan pantai serentak di 228 lokasi yang melibatkan juga masyarakat sekitar dan stakeholder terkait.

“Prestasi ini menunjukan bahwa isu pengurangan sampah plastik menjadi salah satu prioritas utama yang menjadi perhatian di dunia maritim Indonesia,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R Agus H Purnomo dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, usai menutup resmi pertemuan CF yang diselenggarakan di bawah kerangka kerja sama Cooperative Mechanism terkait keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura.

Pada kesempatan tersebut, Indonesia menegaskan komitmennya untuk mengurangi sampah plastik. Hal ini ditunjukan dengan keterlibatan Indonesia pada forum-forum Internasional yang membahas mengenai penanggulangan dan pengurangan sampah plastik.

Pada level ASEAN, Indonesia mendukung terwujudnya Deklarasi Bangkok tentang Penanggulangan Sampah Laut di Wilayah ASEAN yang diadopsi oleh negara-negara ASEAN pada Pertemuan ASEAN Summit ke-34 di Thailand pada 22 Juni 2019.

Sedangkan di tingkat global, Indonesia mengusulkan sebuah resolusi pada Pertemuan UNEA ke-4 untuk mendirikan Regional Capacity Center for Clean Seas (RC3S) di Bali, dan juga mengusulkan kepada IMO untuk memiliki Marine Litter Action Plan.

Adapun pada pertemuan CF tersebut, Indonesia juga telah menyampaikan beberapa hal yang telah dilakukan Indonesia terkait isu keselamatan navigasi pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura, perlindungan lingkungan maritim, serta kebijakan serta pandangan ke depan terkait keselamatan pelayaran diantaranya update terkini tentang penetapan Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok.

Selain itu, Indonesia juga telah menginformasikan kepada Forum bahwa saat ini Indonesia tengah melakukan studi tentang e-Navigasi di perairan Indonesia yang terdiri dari konsep e-Navigasi dan program pengembangannya. Indonesia berharap, dapat bekerja sama dengan Malaysia dan Singapura untuk mengembangkan konsep umum e-Navigasi regional di Selat Malaka dan Selat Singapura, yang dapat membantu pertukaran informasi antara ketiga Negara Pantai.

Forum juga membahas tentang isu tumpahan minyak dan bagaimana cara penanggulangannya. Terkait dengan hal tersebut, Indonesia menyampaikan pandangannya bahwa negara-negara pantai harus meninjau dan memperbarui sistem pelaporan kapal pada saat kapal transit di Selat Malaka dan Selat Singapura, terutama kapal yang mengangkut minyak serta barang beracun dan berbahaya. 

Terkait dengan hal tersebut, diperlukan mekanisme untuk mengolaborasikan laporan limbah laut dengan STRAITREP dan Indonesia mengusulkan untuk membentuk sebuah Working Group pada Pertemuan TTEG ke-44 yang diselenggarakan setelah pertemuan CF ini.

Pada Pertemuan CF dibahas pula tentang laporan perkembangan Proyek yang dilaksanakan di bawah kerangka kerjasama Cooperative Mechanism, antara lain Straits Project 1 tentang Pemindahan Kerangka Kapal pada TSS di Selat Malaka dan Selat Singapura, Straits Project 2 tentang Penggantian dan Merawatan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura, Straits Project 11 tentang Pengembangan Pedoman tentang Tempat Pengungsian (PoRs) bagi kapal-kapal yang membutuhkan bantuan di Selat Malaka dan Selat Singapura, serta Straits Project 13 tentang Studi Baru untuk Keselamatan Navigasi Pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura.

Terkait dengan Straits Project 2, Indonesia menyampaikan pada Forum bahwa VTS Batam dan Dumai sudah secara aktif menyediakan layanan yang diperlukan dalam menjamin keselamatan navigasi pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura.

Selain itu, Indonesia juga menekankan bahwa terdapat kebutuhan untuk menciptakan sebuah mekanisme sharing informasi antara Negara Pantai terkait dengan pemindahan kerangka kapal untuk kemudian diperbaharui pada peta laut.

Sebagai informasi, Co-Operation Forum adalah salah satu pilar dari Cooperative Mechanism yang membahas tentang Keselamatan Pelayaran dan Perlindungan Lingkungan Maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura, disamping Aids of Navigation Fund (ANF) dan Project Coordination Committee (PCC).

Pertemuan rutin yang dilakukan setiap tahunnya secara bergiliran oleh ketiga negara pantai atau Littoral States yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura tersebut merupakan wadah utama bagi negara pengguna, industri pelayaran serta stakeholder lain untuk duduk bersama membahas terkait keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura.

Perrtemuan tersebut dibentuk untuk mendorong terjadinya dialog dan tukar pandangan mengenai isu-isu di SOMS dan bertujuan untuk menampung masukan dari pengguna SOMS secara rutin. Pertemuan tersebut juga memfasilitasi kerja sama yang lebih nyata antara negara pantai, negara pengguna, industri pelayaran, dan stakeholder lainnya dalam menjaga keselamatan berlayar dan perlindungan lingkungan maritim di salah satu jalur pelayaran internasional tersibuk di dunia tersebut.

Tercatat sebanyak 129 orang delegasi yang berasal dari sembilan negara dan tujuh organisasi hadir pada pertemuan yang ditutup oleh Dirjen Perhubungan Laut, R. Agus H. Purnomo kemarin (1/10). Sebelumnya, Pertemuan 12th CF dibuka resmi oleh Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi pada hari Senin (30/9) yang dihadiri juga oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement